Amad; Kisah Veteran dan Memori Satu Abad (3): Siapkan Tangga di Hotel Yamato

Amad; Kisah Veteran dan Memori Satu Abad (3): Siapkan Tangga di Hotel Yamato

Amad; Kisah veteran dan memori satu abad (3): siapkan tangga di Hotel Yamato. Perjalanan panjang Amad diceritakannya secara bersemangat saat berkunjung ke kantor Harian Disway.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

Amad melanjutkan, "Tidak ada yang bisa mengidentifikasi siapa penyobeknya. Waktu itu suasananya sangat ramai. Wong bareng-bareng nang ndukur kabeh (Banyak orang bersama-sama naik ke atas untuk merobek bendera, Red)," ujarnya.

Itulah yang jadi landasan rutinitas Amad setiap 19 September. Ia meletakkan karangan bunga tepat di lokasi tangga yang disiapkannya. Sekaligus untuk mengenang peristiwa yang membangkitkan semangat juang tersebut.

BACA JUGA:Pemenang Surabaya Tourism Award 2024 (16): Wisata Kampung Pecinan Unggul dengan Sejarah Tabib Kapasan yang Merawat Pejuang

Amad pun terlibat dalam perang 10 November di Surabaya. Ia mendengarkan pidato Bung Tomo yang berapi-api. Sebagai bekas prajurit Heiho bentukan Jepang, sedikit banyak ia tahu strategi kemiliteran. Amad bersama pejuang yang lain bertempur mempertahankan Surabaya.

"Gak mikir bakal urip opo mati. Pokoke berjuang. Jarang mangan, wes. Pisan-pindo tok (Tidak berpikir apakah bakal hidup atau mati. Pokoknya berjuang. Sampai jarang makan. Hanya sekali dua-kali saja, Red)," ungkapnya.

Paling sulit memang mencari makanan di medan tempur. Sebab, saat itu Surabaya menjadi kota mati. Semua penduduk mengungsi. Amad dan kawan-kawan mencari makanan dari tanaman warga. Entah daun atau buah. 


Amad; Kisah veteran dan memori satu abad (3): siapkan tangga di Hotel Yamato. Korps Veteran RI, tempat Amad berkegiatan hingga masa tuanya. Korps ini ikut mengukir sejarah bangsa.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

"Bila menemukan buah, itu sebuah keberuntungan. Saya pernah makan pisang mentah. Yang masih hijau. Sepet, enggak enak. Pokoknya perut terisi," ujar ayah 12 anak itu. Amad berhasil selamat dari berondongan peluru Sekutu.

Ia menggunakan berbagai keahlian tempur yang pernah diwariskan Jepang padanya. Bahkan Amad berhasil menewaskan beberapa tentara Sekutu. "Kalau soal membunuh dalam medan tempur tak terhitung rasanya," ungkapnya.

BACA JUGA:Pemenang Surabaya Tourism Awards (14): De Javasche Bank Ingatkan Sejarah Sistem Kliring Pertama

"Ada seorang Belanda. Bersembunyi. Menelungkup dalam sebuah bangunan. Seperti ayam dalam sangkar yang sudah tak berdaya. Di tangannya ada senapan. Mencoba bangkit, mau membidik. Saya menodongnya dengan senjata...," Amad tercekat. Ia diam sejenak.

Bagaimanapun rasa kemanusiaan itu muncul. Tapi ia kembali dengan kesadarannya. Bahwa jika tak melakukan sesuatu, maka bisa saja Belanda itu menewaskannya. Kemudian menewaskan teman-temannya yang lain. 

"Yah, apa boleh buat. Apalagi kami sedang membela kemerdekaan. Situasi perang. Anda tahu, kan? membunuh atau dibunuh," ujarnya. Ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan. 

Meski membunuh adalah sesuatu yang dilarang, tapi ada situasi tertentu untuk membenarkan perbuatan tersebut. Amad selalu mengingatnya.

Tuhan melindunginya. Ia berhasil selamat dari pertempuran yang disebut Sekutu sebagai Hell from Surabaya itu. Meski dengan penuh luka dan letih. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway