Selamat Tinggal, Stetoskop!

Selamat Tinggal, Stetoskop!

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin-Istimewa-

BELAKANGAN INI dunia kesehatan Indonesia dihebohkan oleh pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia menyatakan bahwa penggunaan stetoskop tidak ilmiah. 

Namun, ia sudah memberikan klarifikasi bahwa yang ia maksud adalah teknologi kedokteran makin lama semakin maju. Kalau dulu senjata para dokter hanya stetoskop, sekarang kondisinya berbeda. 

Para dokter tidak hanya menggunakan stetoskop, tetapi juga peralatan penunjang lainnya seperti elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, laboratorium, CT scan, dan polygenic testing. Tujuannya, penegakan diagnosis untuk penyakit jantung lebih akurat. 

BACA JUGA: Ganjar Dikirimi Gabah dan Stetoskop Saat Kampanye di Solo, Ini Makna Simboliknya

Saya pribadi tidak menafsirkan alasan menteri kesehatan mengeluarkan pernyataan tersebut. Namun, ada hal fundamental untuk melihat gambaran besar terkait kondisi teknologi kedokteran di Indonesia. 

Jika dulu kita mengenal istilah evolusi (perubahan yang berlangsung secara perlahan), saat ini kita memasuki kondisi berbeda, yaitu disrupsi teknologi. Teknologi berubah secara masif dan mengubah tatanan lama menjadi sebuah sistem baru.

Beberapa hal telah berubah. Misalnya, dahulu kita mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter air raksa, sekarang pengukuran tekanan darah telah bergeser ke tensimeter digital yang lebih cepat dan praktis, bahkan dapat dipakai masyarakat luas di rumah. 

Dahulu mengukur saturasi oksigen hanya bisa dilakukan dengan metode invasif, yaitu mengambil darah arteri kemudian dianalisis di laboratorium. Sekarang mengukur saturasi oksigen cukup dengan memasang alat pulse oximeter di jari, yang tentunya lebih cepat, praktis, dan noninvasif.

Sejak abad ke-19, stetoskop telah menjadi alat yang murah dan mudah diakses untuk mendeteksi penyakit katup jantung. Stetoskop ditemukan kali pertama pada 1816 oleh dokter Perancis bernama Ren Lennec. 

Sejarah stetoskop berawal dari upaya menghindari menempelnya telinga dokter ke dada pasien untuk mendengar detak jantung pasien.  Stetoskop berasal dari bahasa Yunani yang berasal dari kata stethos (dada) dan skopein (melihat). 

Stetoskop adalah alat sederhana yang menggunakan ilmu fisika dasar untuk mendengarkan kebisingan dalam tubuh. Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik dokter, kita melakukan auskultasi, yaitu mendengar suara dalam tubuh manusia dengan menggunakan stetoskop. 

Jika kita menderita penyakit pneumonia (radang paru), paru-paru kita akan mengeluarkan suara bergemuruh ketika kita menarik napas. Begitu juga ketika mendengar murmur (suara) jantung tambahan, dokter jantung akan langsung melakukan pemeriksaan lanjutan ekokardiografi (USG jantung) untuk memastikan kelainan katup yang dimiliki pasien. 

Saat ini stetoskop sudah berusia lebih dari 200 tahun. Sejarah mencatat banyak profesional kesehatan berhasil mendiagnosis penyakit yang sebelumnya tidak bisa mereka buat tanpa bantuan stetoskop.

Teknologi kedokteran terus berkembang, termasuk dalam hal penggunaan stetoskop. Tahun 2019 muncul tulisan dari The Irish Times (koran harian di Irlandia yang terbit sejak 1859) yang berjudul Goodbye Stethoscope: A tech Breakthrough in How Doctors Diagnose.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: