Mengendus Sinyal Positif Penguatan Rupiah dari The Fed

Mengendus Sinyal Positif Penguatan Rupiah dari The Fed

ILUSTRASI mengendus sinyal positif penguatan rupiah dari The Fed.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA: Terdampak Timur Tengah, Nilai Tukar Rupiah Mendekati Era Krismon

Jerome Powell, gubernur The Fed, mempertimbangkan adanya aspek dilematis bahwa implementasi pengetatan ekonomi yang terlalu lama, higher for longer, justru akan sangat mengganggu pertumbuhan ekonomi AS. 

Sementara, di sisi lain, penurunan suku bunga yang terlalu lambat atau terlalu sedikit akan melemahkan aktivitas ekonomi produktif dan sektor lapangan kerja. Dilema lainnya, jika dilakukan terlalu cepat atau terlalu banyak, dapat menghambat penurunan inflasi. 

Dengan begitu, semua pihak otoritas keuangan AS sepakat menunggu pergerakan tingkat inflasi menuju zona landai yang ditargetkan dalam kisaran 2 persen. 

Sementara itu, sentimen penguatan rupiah dari dalam negeri, menurut Bank Indonesia (BI), lebih banyak disebabkan indikator ekonomi ketimbang aspek politis yang tensinya kian meningkat menjelang perhelatan pilkada. 

Beberapa faktor tersebut, antara lain, pertama, adanya apresiasi rupiah yang dipengaruhi periode repatriasi dividen yang telah berakhir sehingga mengakibatkan penurunan permintaan dolar AS di pasar uang. 

Kedua, masuknya kembali investor ke dalam pasar keuangan domestik. Hal itu dikuatkan oleh mengalirnya arus modal masuk sebesar Rp 2,4 triliun di pasar saham dan Rp 0,3 triliun di pasar obligasi selama bulan Juli. 

Bahkan, pada bulan Agustus 2024 ini, terjadi lonjakan aliran modal asing masuk bersih di pasar surat berharga negara (SBN), pasar saham, dan di sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI) masing-masing Rp 11,45 triliun; Rp4,13 triliun; dan Rp 0,33 triliun. 

Itu menunjukkan keyakinan investor asing di sektor riil maupun portofolio terhadap postur ekonomi Indonesia masih cukup tinggi. 

Ketiga, tingkat inflasi yang relatif terkendali dalam kisaran target di 2,5 persen plus minus satu persen dalam kurun waktu yang lama. Hal itu menunjukkan keberlanjutan dari pertumbuhan perekonomian Indonesia yang relatif stabil. Bantalan fundamental ekonomi yang sturdy mampu memberikan jaminan rasa aman bagi investor sekaligus memperkuat sentimen positif pasar dalam negeri.

MITIGASI VOLATILITAS

Berdasar data Bloomberg per Juli 2024, rupiah menguat 52,50 poin atau 0,32 persen menjadi Rp 16.277 per dolar AS. Penguatan rupiah itu didorong oleh pelemahan data-data ekonomi AS yang memengaruhi pergerakan dolar AS. 

Sementara itu, volatilitas tingkat suku bunga yang ditetapkan The Fed memiliki dampak signifikan terhadap pasar mata uang global, termasuk rupiah. Dengan demikian, wajar jika keputusan The Fed memengaruhi kondisi pasar, baik domestik maupun internasional. 

Beberapa pengaruh tersebut, antara lain, pertama, pengaruh terhadap investasi. Ketika The Fed menaikkan suku bunga, mata uang dolar AS menjadi lebih menarik bagi investor global karena mereka bisa memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi dengan berinvestasi pada aset-aset yang menggunakan mata uang dolar AS. 

Itulah yang menyebabkan derasnya aliran modal asing masuk ke pasar AS dan permintaan pasar atas dolar AS terkerek naik. Sebaliknya, berakibat rupiah melemah dan terdepresiasi terhadap dolar AS. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: