Keadilan bagi Dosen dalam Isu Jurnal Predator

Keadilan bagi Dosen dalam Isu Jurnal Predator

ILUSTRASI Keadilan bagi dosen dalam isu jurnal predator di perguruan tinggi..-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BELAKANGAN INI, pemberitaan mengenai dosen dan guru besar yang terjerat jurnal predator menjadi perhatian publik. Salah satu artikel di media massa menyebutkan bahwa sebagian besar guru besar di Indonesia pernah memublikasikan karya ilmiah di jurnal predator

Tuduhan itu menimbulkan kesan bahwa dosen dan akademisi kita kurang berhati-hati atau ceroboh dalam memilih jurnal untuk publikasi karya ilmiahnya. Namun, sebelum memberikan penilaian yang terlalu cepat, ada baiknya kita memahami persoalan ini dengan lebih bijaksana.

Sebelum berbicara lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu jurnal predator. Jurnal predator adalah jurnal yang mengeklaim sebagai jurnal ilmiah yang sah. Tetapi, mereka sebenarnya tidak menjalankan proses peer-review yang ketat atau memenuhi standar ilmiah yang diperlukan. 

BACA JUGA:Di Balik Trending Topic Tagar #JanganJadiDosen

BACA JUGA:Kepastian Karier Dosen Menjadi Guru Besar

Tujuan utama jurnal predator biasanya hanya untuk mencari keuntungan finansial dari penulis dengan memungut biaya tinggi, tanpa memberikan kualitas publikasi yang memadai.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa tidak ada akademisi, apalagi guru besar, yang sengaja memilih untuk menerbitkan karya ilmiahnya di jurnal predator. Ketika mengirimkan artikel untuk dipublikasikan, mereka telah melakukan verifikasi dan memilih jurnal yang saat itu terindeks dalam basis data bereputasi seperti Scopus

Jadi, jika di kemudian hari jurnal tersebut dikeluarkan dari indeks, apakah adil menyalahkan dosen atau penulis yang awalnya sudah memilih jurnal yang sah?

BACA JUGA:Dosen di Pusaran Kapitalisme PT

BACA JUGA:Jabatan Akademik dan Kesejahteraan Dosen

PERUBAHAN STATUS JURNAL

Satu hal yang sering diabaikan dalam diskusi ini adalah kenyataan bahwa status sebuah jurnal bisa berubah seiring waktu. Jurnal yang tadinya terindeks Scopus bisa saja dikeluarkan dari indeks tersebut karena berbagai alasan. Misalnya, penurunan kualitas atau pelanggaran etika publikasi oleh penerbit jurnal. 

Proses publikasi ilmiah tidaklah instan. Dibutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sebelum sebuah artikel dapat diterbitkan. Dalam rentang waktu tersebut, status jurnal bisa saja berubah, dan ini berada di luar kendali penulis.

Selain itu, meski jurnal-jurnal yang terindikasi predator dikeluarkan dari Scopus, publikasi di jurnal-jurnal tersebut tetap dihitung sebagai publikasi ilmiah. Mereka masih terindeks di berbagai basis data akademik lain di bawah Scopus seperti Google Scholar, DOAJ, EBSCO, Copernicus, atau SINTA. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: