Menteri Bukan Hanya Pembantu Presiden

Menteri Bukan Hanya Pembantu Presiden

ILUSTRASI Menteri bukan hanya pembantu presiden.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Merujuk pada sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai menteri diatur secara tersendiri dalam bab V, sedangkan pemerintah/presiden diatur dalam bab III. 

Dengan demikian, sekalipun pembantu presiden, menteri merupakan lembaga yang constitutionally entrusted power, bukan sekadar pejabat yang diangkat dengan keputusan presiden. 

Belum lagi bila ditilik lebih jauh dalam berbagai undang-undang sektoral, selalu disebutkan bahwa menteri/kementerian diberi kewenangan ”atributif” untuk melaksanakan undang-undang tersebut. 

Kewenangan atributif adalah kewenangan yang langsung disematkan oleh undang-undang (oleh kehendak rakyat) kepada menteri (bukan kepada presiden yang kemudian didelegasikan ke menteri) sehingga menteri juga sekaligus dapat disebut sebagai lembaga yang ”legislatively entrusted power”. 

Dengan begitu, menteri dalam sistem ketatanegaraan kita merupakan lembaga yang sangat kuat, bukan lembaga/jabatan asal-asalan. 

Lantaran menteri bukanlah lembaga/jabatan yang asal-asalan, check and balances terhadap profesionalisme, integritas, kompetensi, etika birokrasi terhadap urusan-urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada mereka harus dikawal dengan ketat. 

Pengawalnya adalah lembaga-lembaga negara yang memiliki kewenangan pengawasan program dan kebijakan serta anggaran dan keuangan. Yaitu, presiden (sebagai atasan langsung), DPR, dan lembaga audit negara.  

Urusan-urusan pemerintahan makin ke depan makin kompleks. Maka itu, Presiden Prabowo membentuk kabinet ”gemoy”. 

Sebelumnya, di dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, diatur bahwa jumlah kementerian yang dapat dibentuk presiden maksimal berjumlah 34. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 15. 

Namun, di ujung-ujung masa jabatannya, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara. 

Itu merupakan perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 

Oleh karena itu, jumlah keseluruhan kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden (baru). 

Kembali pada ketentuan konstitusi kita, pada pasal 17 ayat (3) UUD 1945 setelah amandemen, dinyatakan bahwa ”setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”. 

Isi pasal itu mengandung makna bahwa menteri-menteri memang tidak harus selalu memimpin organisasi departemen. 

Selama ini memang ada jabatan menteri negara yang tidak memimpin sektor tertentu dan menteri koordinator yang tidak memimpin instansi teknis yang mempunyai jangkauan birokrasi sampai ke daerah-daerah, tetapi hanya memimpin suatu kantor kementerian di tingkat pusat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: