Transformasi Komunikasi Politik

Transformasi Komunikasi Politik

ILUSTRASI Transformasi Komunikasi Politik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

”Dalam setiap perubahan besar, terdapat jejak-jejak kecil dari dialog antara masa lalu dan masa depan.”

TAHUN 2024 akan usai. Suatu masa penting yang menandai era baru dalam dinamika politik Indonesia. Tahun 2024 ditandai berbagai peristiwa yang menjadi perhatian publik. Euforia IKN, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pilkada serentak menjadi momen-momen penting yang memengaruhi stabilitas politik dan tatanan sosial

Kompleksitas dinamika tersebut bisa diteropong dengan perspektif komunikasi politik modern di dunia digital, diperkuat dengan kerangka berpikir teori ruang publik Habermas dan masyarakat berjejaring Manuel Castells. 

BACA JUGA:Hijab dan Komunikasi Politik

Teori ruang publik Habermas mampu melihat bagaimana masyarakat berinteraksi dengan diskursus publik di ruang digital. Menurut Habermas, ruang publik idealnya berfungsi sebagai arena diskusi yang rasional, ketika warga negara dapat bertukar pendapat secara setara. 

Kendati demikian, perkembangan teknologi informasi telah mendesak pergeseran bentuk interaksi masyarakat. Platform media sosial menciptakan bentuk ruang publik baru yang lebih dinamis, tetapi juga rentan terhadap misinformasi. 

Di sanalah konsep masyarakat berjejaring Castells menjadi relevan: informasi kini beredar cepat dan luas dengan individu-individu yang saling terhubung tanpa mengenal batas geografis dan batasan waktu. 

BACA JUGA:Gaya Komunikasi Politik PBNU: Isuk Dele Sore Tempe ala Gus Yahya?

Inovatif memang, tetapi dinamika itu sering mengorbankan kualitas informasi, sehingga menyuburkan simulakra yang mengaburkan batas antara fakta dan opini.

Fenomena post-truth makin terlihat dalam Pemilihan Presiden 2024 dan pemilihan kepala daerah. Para kandidat berlomba memanfaatkan media sosial untuk meraih popularitas dan membangun basis dukungan, khususnya di kalangan generasi muda. 

Meski strategi itu efektif menjangkau lebih banyak pemilih, sirkulasi misinformasi juga meningkat. Para konsultan politik, misalnya, dapat menggunakan teknik micro-targeting untuk mengedepankan narasi emosional daripada data faktual. 

BACA JUGA:Jelang Penetapan KPU, Prabowo Akan Jalin Komunikasi Politik Guna Memperkuat Koalisi Pemerintahan

Akibatnya, masyarakat bisa terdorong membuat keputusan politik berdasar sentimen daripada argumentasi rasional. Polarisasi makin kental.

Isu IKN (Ibu Kota Nusantara) juga menimbulkan diskursus hangat yang memperlihatkan tantangan lain dalam komunikasi politik pada 2024. Topik IKN menjadi perbincangan panas di dunia digital seiring upaya pemerintah membombardir ruang digital dengan informasi searah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: