Walhi Kritisi Rencana Pembukaan Lahan Hutan untuk Pangan

Walhi Kritisi Rencana Pembukaan Lahan Hutan untuk Pangan

Pembukaan lahan hutan untuk menyukseskan program ketahanan pangan.--

HARIAN DISWAY – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyuarakan kekhawatirannya terkait rencana besar pemerintah yang membuka 20 juta hektare hutan untuk keperluan pangan dan energi. Proyek ini dianggap sebagai langkah legalisasi deforestasi yang dapat menyebabkan bencana ekologis besar, termasuk kerusakan lingkungan, bencana kekeringan, krisis pangan, dan meningkatnya risiko zoonosis.

Menurut Walhi, pembukaan lahan seluas 20 juta hektare ini akan melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar, memperburuk perubahan iklim, dan mengancam keberlanjutan ekosistem di Indonesia. Selain itu, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang terancam dibuka juga akan terpaksa mengungsi akibat dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, mengkritik kebijakan pemerintah, terutama Kementerian Kehutanan, yang dianggap tidak menjalankan fungsi mereka sebagai penjaga hutan. "Kementerian Kehutanan seyogyanya melindungi hutan-hutan kita, namun justru merencanakan pembongkaran hutan atas nama pangan dan energi," ujar Uli.

Selain itu, Walhi mencatat bahwa saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan yang dibebani izin kehutanan. Ditambah dengan 4,5 juta hektare konsesi tambang yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Proyek pembukaan 20 juta hektare ini, jika terlaksana, dikhawatirkan akan memperburuk kondisi tersebut, bahkan menambah bencana kebakaran hutan lahan di kawasan gambut.

BACA JUGA:WALHI: Eri-Armuji Cari Aman Soal Proyek Surabaya Waterfront Land

BACA JUGA:Walhi Jatim Tolak Undangan PT Granting Jaya Soal Reklamasi: Sampai Kapan Pun Kami Tidak Akan Datang!

WALHI juga menyoroti bahwa alasan pemerintah untuk meningkatkan swasembada pangan dan energi hanya menjadi dalih untuk melegitimasi eksploitasi besar-besaran yang menguntungkan korporasi, bukan untuk kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan lingkungan. "Pangan dan energi adalah hak rakyat, dan negara harus memastikan hak ini terpenuhi dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam produksi dan konsumsi, bukan hanya sebagai alat untuk memperbesar bisnis korporasi," tambah Uli.

Menurut WALHI, solusi yang lebih tepat adalah dengan melindungi hak rakyat atas wilayahnya dan mendukung pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing. Pendekatan yang berbasis pada keberlanjutan dan keadilan sosial-ekologis dianggap sebagai jalan terbaik untuk memastikan pemenuhan kebutuhan pangan dan energi tanpa merusak lingkungan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: