Mewujudkan Generasi Emas 2045

Mewujudkan Generasi Emas 2045

ILUSTRASI Mewujudkan Generasi Emas 2045.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

TAHUN BARU adalah harapan baru dan momen refleksi perjalanan bangsa. Di tengah tantangan besar yang dihadapi generasi muda, mampukah Indonesia mewujudkan generasi emas 2045?

Kita telah melangkah ke tahun 2025. Tahun baru bukan sekadar momen perayaan, melainkan juga kesempatan untuk menyalakan harapan dan menyusun semangat baru demi masa depan Indonesia. Sebelum melangkah lebih jauh, mari sejenak kita renungkan perjalanan bangsa sepanjang tahun 2024.

Tahun 2024 penuh dengan dinamika dan tantangan. Beragam isu besar menghiasi pemberitaan nasional: korupsi, kenaikan uang kuliah tunggal (UKT), judi online, tabungan perumahan rakyat (tapera), polemik pemilihan presiden, hingga kenaikan BPJS dan tarif pajak (PPN 12 persen). 

BACA JUGA:Ujung Kans Generasi Emas

BACA JUGA:Menuju Indonesia Emas 2045 dengan Transformasi Dialektis

Isu-isu itu sering kali mengundang kritik tajam dari masyarakat, menambah daftar panjang masalah yang belum selesai.

Di tengah berbagai permasalahan itu, harapan tetap tertuju pada Indonesia Emas 2045, yang menjadi visi pembangunan jangka panjang pemerintah Indonesia. Namun, realitasnya tidak seindah mimpi. 

Generasi muda yang digadang-gadang menjadi agen perubahan itu menghadapi krisis yang luar biasa. Permasalahan moral, pornografi, seks bebas, hingga kesehatan mental menjadi tantangan nyata. 

BACA JUGA:Ekonomi Hijau, Sebuah Harapan Indonesia Emas 2045

BACA JUGA:Bonus Demografi di Era Indonesia Emas 2045, Berkah atau Musibah?

Data menunjukkan bahwa kasus gangguan mental di kalangan anak muda makin meningkat. Bahkan, Badan Bahasa menobatkan mental health sebagai Kata Tahun Ini (KTI) 2024. Lantas, apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi itu? Juga, bagaimana kita bisa mewujudkan mimpi besar Indonesia emas di tengah krisis ini?

MENGENALI AKAR PERMASALAHAN

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali akar permasalahan. Selama ini, kebanyakan cara kita dalam menyelesaikan permasalahan cenderung reaktif: masalah selesai, kita merasa selesai. Padahal, penyelesaian masalah sosial di Indonesia membutuhkan pendekatan yang mendasar, bukan sekadar solusi reaktif yang hanya menangani gejala.

Gramsci (1971) mengemukakan bahwa perubahan sosial yang mendalam hanya bisa dicapai jika ada perubahan dalam kesadaran kolektif masyarakat. Untuk mengatasi masalah sosial secara fundamental, masyarakat perlu menaikkan taraf berpikir. Yaitu, mengubah pola pikir dan cara mereka memandang realitas sosial. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: