439 Rumah Sakit Rugi Rp 500 Miliar, Klaim Mandek di BPJS Kesehatan Capai 12.000 Kasus

439 Rumah Sakit Rugi Rp 500 Miliar, Klaim Mandek di BPJS Kesehatan Capai 12.000 Kasus

RSUD dr Soetomo Surabaya.-Moch Sahirol Layeli-Harian Disway-

Kasus sengketa ini, lanjut dr. Pudji, seharusnya bisa diselesaikan dengan melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Yakni Tim Pencegah Penanganan Kecurangan (TPPK) yang dibentuk Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 

Padahal, ketika berbicara pelayanan kesehatan antara faskes dan BPJS, kedua belah pihak ini dinaungi oleh perjanjian kerja sama (PKS). 

”Artinya, jika para pihak sedang bersengketa, maka harus ada penengah,” ujar Pudji yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA) Kabupaten Jombang tersebut.

BACA JUGA:BPJS Kesehatan Sosialisasikan JKN kepada Disabilitas di Pasuruan

BACA JUGA:Rumah Sakit Indonesia Dibakar Israel, Relawan Indonesia Mengungsi ke Gaza Tengah

Namun, saat ini BPJS cenderung mengambil keputusan sepihak. Jalan tengah dengan melibatkan TPPK tak pernah dilakukan lembaga jaminan sosial itu. Ia juga tidak mengetahui apakah lembaga independen untuk menengahi sengketa antara rumah sakit dan BPJS sudah dibentuk atau belum oleh Dinkes Jatim. 

Berdasar data yang dihimpun Persi Jatim, terdapat sekitar 12.000 kasus sengketa yang belum dibayarkan dengan total kerugian mencapai Rp500 miliar. 

”Ini terjadi di 439 rumah sakit. Mencakup semua rumah sakit anggota Persi Jatim mengalami itu,” kata dr. Pudji. 

Klaim yang mandek di BPJS Kesehatan kini sangat menganggu operasional rumah sakit. Sejumlah rumah sakit anggota Persi Jatim terpaksa menalangi dana untuk layanan pasien peserta BPJS Kesehatan. 

Bahkan, sejumlah rumah sakit disebut terlambat membayarkan gaji karyawan. Pun untuk memenuhi kebutuhan obat yang dibutuhkan, terjadi keterlambatan bayar. 

Situasi ini membuat banyak rumah sakit merasa dilematis. Sebab, jika tidak terima dengan keputusan BPJS, lembaga jaminan sosial itu selalu mengancam dengan memutus kerja sama secara sepihak. 

Jika tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, banyak rumah sakit yang cemas tidak kebagian pasien.

”Tapi ketika bekerja sama dengan BPJS, klaim sulit dibayarkan. Kan kasihan rumah sakit yang masih kecil. Akhirnya dijalani saja. Yang penting tidak sampai bangkrut,” ujarnya. 

Ke depan, ia berharap ada kesetaraan dalam kerja sama antara rumah sakit dan BPJS. Ketika ada kasus yang diprasangkakan, BPJS harusnya memanggil direktur rumah sakit untuk dikonfirmasi. Sehingga sengketa dapat diselesaikan secara damai dan adil.

”Semua harus mulai diselesaikan secara terbuka dan harus berimbang kerjasamanya antara BPJS dan fasilitas kesehatan,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: