Ramadan Kareem 2025 (23): Menjemput Kebaruan

Ramadan Kareem 2025 (23): Menjemput Kebaruan

Ramadan adalah momentum pengenalan diri secara sejati.--iStockphoto

HARIAN DISWAY - Jalanan ramai selalu. Sore itu, kampung-kampung dibanjiri orang hilir mudik mencari makanan untuk berbuka. Dari sini saya berpikir betapa perekonomian sedang bergerak.

Ramadan adalah mesin ekonomi sejati yang tidak peduli tentang harga saham yang anjlok atau rupiah yang santun menepi merendahkan diri. Atau mengenai daya tahan maupun daya beli masyarakat yang dinilai menurun. 

Faktanya Ramadan memberikan kenyataan yang membanggakan. Ada gerak laju ekonomi dari gang-gang sempit perkotaan tentang umat yang menggeliat ekonomi. Perdagangan antartetangga bangkit. Iftar memang kelihatan cetar membahana.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (22): Merawat Air

Inilah episode setiap sore menjelang berbuka dan semakin ramai orang untuk membuka lembaran kampung kelahiran dengan mudik ke tanah utama. Episode yang menggambarkan bahwa waktu itu terus bergulir dan khalayak ramai memeriahkannya sebagai penanda bahwa babak baru segera tiba. 

Idulfitri 1446 H itu kan datang. Sebuah kedatangan yang dinanti banyak orang untuk kemudian mereka selenggarakan agenda yang artifisial. Pesta bersama keluarga meski hanya hidangan kecil yang penting kumpul.

Guliran hari-hari sepanjang Ramadan dianggitnya sebatas rutinitas yang dipastikan menghadirkan jelang yang diyakini memungkasi saatnya. Kini sepuluh hari terakhir telah beranjak dari tempo hari yang diperingati dengan ragam seruan ibadah.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (21): Tepukan Sang Resi

Manusia menggiring dirinya dalam bejana yang telah terskenario organisme tertentu sehingga akhir Ramadan merapatkan diri dalam selongsong kendali untuk membedakan dari yang sudah-sudah. 

Renungan dan proyeksi masa depan dianggitkan dalam koridor jelang Idulfitri. Sementara itu detik-detik selama Ramadan direfleksikan untuk mengenang apa yang maujud dan yang gagal membentuk dalam kristal mimpinya. Capaian utama Ramadan adalah takwa.

Kini, ada yang gembira dan ada pula yang menjerit dalam resah. Korban-korban “nyanyian alam” (yang sedang merindukan hidupnya diberi atribut manusia sebagai bencana) menorehkan kisahnya sendiri.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (20): Mencari Surabaya saat Ramadan

Banjir dan lonsgor yang mewarnai Ramadan ini masih dirasakan di beberapa daerah. Lelehan air mata dan jerit tangis kegemparan dengan raungan yang tidak terperikan menghunjam dalam.

Jiwa-jiwa yang melayang meninggalkan jasadnya membuat manusia tidak lagi memenuhi sarat insani melainkan berpulang menjadi jenazah. Termasuk koran kebakaran bus jamaah umroh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: