Revisi UU TNI: Modernisasi atau Ancaman bagi Demokrasi?

ILUSTRASI Revisi UU TNI: Modernisasi atau Ancaman bagi Demokrasi?-Falah untuk Harian Disway-
BACA JUGA:Pakar Hukum UGM Kritik Sikap Represif Pada Pendemo Tolak UU TNI di Surabaya
Sejarah Indonesia mencatat bahwa dominasi militer dalam proses politik pernah membawa konsekuensi negatif, mulai intervensi dalam kebijakan hingga distorsi pembagian kekuasaan.
Kritik utama muncul karena revisi itu dianggap dapat melemahkan prinsip netralitas TNI dan menurunkan efektivitas mekanisme pengawasan sipil yang selama ini menjamin keseimbangan antara kekuasaan militer dan pemerintah.
Feaver (2012) dalam artikelnya, The Military’s Role in Democratic Governance, menunjukkan bahwa di sejumlah negara, reformasi militer yang tidak disertai dengan peningkatan pengawasan sipil justru berpotensi menggerus fondasi demokrasi.
BACA JUGA:Meski Ada Revisi UU TNI, Puan Tegaskan TNI Aktif Tetap Dilarang Berbisnis dan Berpolitik
BACA JUGA:RUU TNI: Reformasi Mundur Teratur
Bila mekanisme pengawasan dan akuntabilitas tidak diperkuat, modernisasi yang semula bertujuan meningkatkan efisiensi bisa berbalik menjadi alat untuk memperluas pengaruh politik militer.
Kekhawatiran semacam itu sangat relevan di Indonesia lantaran kompleksitas hubungan antara militer dan politik yang pernah terjadi di masa lalu.
Menyikapi dua pandangan yang tampak bertolak belakang, penting untuk mencari keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian prinsip demokrasi. Modernisasi yang berhasil haruslah diiringi dengan perbaikan sistem pengawasan sipil yang efektif.
BACA JUGA:Menhan Sjafrie Pastikan Tak Ada Wajib Militer dan Dwifungsi dalam UU TNI
BACA JUGA:DPR Resmi Sahkan RUU TNI, Gerindra Jamin Supremasi Sipil Tetap Terjaga
Hal itu mencakup pembentukan lembaga pengawas yang independen, peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses evaluasi kebijakan pertahanan, serta transparansi dalam setiap tahap reformasi.
Dengan demikian, TNI tidak hanya mampu menjalankan fungsinya sebagai garda pertahanan, tetapi juga beroperasi dalam kerangka yang mendukung demokrasi.
Dialog antara pemerintah, TNI, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang komprehensif. Pertemuan rutin dan forum diskusi terbuka dapat membantu mengidentifikasi potensi penyalahgunaan kekuasaan sejak dini dan menyesuaikan kebijakan yang ada.
Dengan melibatkan berbagai pihak, reformasi yang dilakukan akan lebih responsif terhadap kebutuhan nasional serta mampu menjaga keseimbangan antara efisiensi operasional dan nilai-nilai demokrasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: