Trump Naikkan Tarif Tiongkok jadi 125 Persen, Tunda Pemberlakuan Tarif untuk Negara Lain

Presiden AS Donald Trump berbicara kepada para wartawan saat berada di Ruang Oval Gedung Putih pada tanggal 09 April 2025 di Washington, DC. Trump mengumumkan jeda 90 hari untuk memberlakukan tarif baru bagi puluhan negara, kecuali China.--Anna Moneymaker / AFP
Di sisi lain, Uni Eropa berencana memberlakukan tarif terhadap produk AS dengan nilai total lebih dari 20 miliar euro, termasuk komoditas seperti kedelai, sepeda motor, dan produk perawatan kecantikan.
Sementara itu, beberapa negara sekutu AS seperti Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam telah menjalin komunikasi untuk menegosiasikan kesepakatan dagang baru.
BACA JUGA:Pasar Saham Dunia Kembali Anjlok Akibat Lonjakan Tarif AS terhadap Tiongkok
Angka-angka pasar saham ditampilkan di Bursa Efek New York pada tanggal 09 April 2025. Tiga indeks utama melonjak tinggi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan jeda beberapa tarif dengan pengecualian China yang tarifnya akan dinaikkan menjadi 125%. --Michael M. Santiago / AFP
Setelah Presiden Trump mengumumkan penundaan tarif, pasar saham Wall Street mengalami lonjakan tajam setelah sebelumnya bursa saham di kawasan Eropa dan Asia sempat merosot, disertai penurunan harga minyak dan pelemahan nilai tukar dolar.
Dengan memaksakan beban tarif yang tinggi, Trump ingin mendorong perusahaan-perusahaan untuk kembali memproduksi barang di wilayah Amerika.
Ia secara terbuka mengecam Tiongkok karena dianggap melakukan produksi berlebihan dan menjual barang-barang murah ke pasar global, sebuah praktik yang menurutnya merusak persaingan usaha.
BACA JUGA:Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah Antisipasi Dampak Tarif 32 Persen dari AS
Di sisi lain, sejumlah tokoh politik dan pebisnis menyambut baik keputusan Trump yang menunda tarif, termasuk Senator Rand Paul dan investor miliarder Bill Ackman.
Namun, dampak kebijakan ini masih akan terus bergulir. Para ekonom memperingatkan bahwa risiko resesi meningkat akibat ketegangan perdagangan ini.
Kenaikan tarif hingga 125% dinilai sebagai langkah agresif yang dapat memperburuk hubungan ekonomi antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini.(*)
*) Mahasiswa magang dari prodi Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: