Paradoks Empati terhadap Koruptor: Mempertaruhkan Logika Keadilan dan Moralitas Negara

ILUSTRASI Paradoks Empati terhadap Koruptor: Mempertaruhkan Logika Keadilan dan Moralitas Negara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Korting Bui Koruptor yang Dibui Lagi
Kasus itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 222 miliar. Para tersangka diduga terlibat dalam penyelewengan anggaran promosi yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan citra dan layanan bank tersebut.
KPK juga menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI. Dugaan tindak pidana korupsi itu berpotensi mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 11,7 triliun.
Kasus tersebut menunjukkan perlunya pengawasan ketat dalam pemberian fasilitas pembiayaan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang (Kompas, 2025)
BACA JUGA:Korting Hukuman Koruptor
Lalu, pada Maret 2025, terungkap dugaan korupsi di PT Aneka Tambang (Antam) yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3,3 triliun.
Kasus itu melibatkan penyelewengan dalam pengelolaan sumber daya mineral dan menyoroti pentingnya transparansi dalam industri pertambangan.
Hal itu jelas menambah daftar panjang kasus korupsi sejak di awal pemerintahannya Oktober 2024, yang mana setidaknya 28 individu –termasuk pejabat dan aparatur sipil negara– ditangkap terkait berbagai kasus korupsi dengan total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 3,1 triliun.
Kasus-kasus tersebut melibatkan skandal di PT Asset Pacific, proyek infrastruktur seperti tol Padang–Pekanbaru, dan dugaan suap di Kementerian Pertanian (Detik, 2024).
LOGIKA KEADILAN TERHADAP KORUPTOR
John Rawls, dalam A Theory of Justice (1971), menggarisbawahi bahwa keadilan sejati tidak bisa netral terhadap ketimpangan.
Prinsip keadilannya menekankan bahwa sistem sosial dan politik harus disusun sedemikian rupa agar memberikan keuntungan terbesar bagi kelompok yang paling tidak beruntung.
Maka, dari perspektif Rawlsian, membela atau merasa kasihan terhadap keluarga koruptor –yang selama ini menikmati hasil kejahatan– adalah bentuk penyimpangan dari orientasi moral keadilan itu sendiri.
Rawls, melalui konsep justice as fairness, berpendapat bahwa sistem yang adil adalah sistem yang menguntungkan pihak paling lemah (least advantaged).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: