Mewaspadai Ancaman Deindustrialisasi di Balik Pelonggaran Impor

ILUSTRASI Mewaspadai Ancaman Deindustrialisasi di Balik Pelonggaran Impor.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menggebrak perdagangan global dengan kebijakan tarif resiprokal. Per 9 April 2025, AS efektif menerapkan tarif dasar 10 persen untuk semua negara eksportir dan tambahan bea masuk terhadap 60 negara dengan tingkat surplus perdagangan yang tinggi dengan AS, termasuk Indonesia yang terkena tarif 32 persen.
Bila merujuk data The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan Trade Analysis Information System (Trains), terdapat sejumlah barang Indonesia yang menurut pihak AS telah lama menikmati tarif rendah.
Suka atau tidak suka, harus kita akui bahwa rata-rata tarif bea masuk atau impor yang diberlakukan Indonesia terhadap barang-barang AS sebesar 7,75 persen. Tarif tersebut lebih tinggi daripada tarif AS kepada produk Indonesia yang hanya 2,19 persen.
BACA JUGA:Impor Bebas ala Prabowo
Produk ekspor Indonesia yang masuk ke pasar AS dan dikenai tarif tertinggi hanyalah produk tembakau, yakni 91 persen.
Hal itu dapat dipahami karena sejak era Presiden Barack Obama berkuasa, pemerintah AS telah menandatangani undang-undang (UU) tentang Family Smoking Protection and Tobacco Control Act yang membatasi peredaran produk tembakau di seluruh negara bagian.
Berdasar data UNCTAD, diketahui pula sebanyak 3.800-an produk Indonesia selama ini menikmati tarif sangat rendah yang masuk ke pasar AS.
BACA JUGA:Prabowo Upayakan Pertemuan dengan Trump untuk Bahas Tarif Impor
BACA JUGA:Akibat Tarif Impor Trump, Prapesan Nintendo Switch 2 Ditunda di Amerika
Produk-produk itu tersebar dalam beberapa kategori yang dikelompokkan berdasar kode harmonized system (HS) dua digit dan produk turunannya.
Produk-produk andalan tersebut, antara lain, mesin dan peralatan mekanik, bahan kimia organik, peralatan listrik, ikan dan produk perikanan, besi dan baja, instrumen optik dan medis, serta kapas dan produk tekstil.
Kini nasib produk-produk tersebut terancam dan sangat mungkin terkena pemberlakuan tarif baru. Artinya, harga barang tersebut akan menjadi lebih mahal di pasar AS setelah berlaku tarif resiprokal.
Tampak jelas, bila melihat sejumlah kelompok barang yang diberlakukan tarif timbal balik ke produk Indonesia, terbaca bahwa AS ingin melindungi produsen dalam negerinya sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: