Pasar UMKM Melemah, Ekspor Terhenti

Karyawati pengrajin Kriya Daun 9996 sedang membuat produk handycraft di workshopnya di Ngagel Mulyo XV, Surabaya.-Dokumen Siti Retnanik untuk Harian Disway-
HARIAN DISWAY - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) semakin merasakan dampak melemahnya daya beli masyarakat. Kondisi ini tak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di sejumlah negara tujuan ekspor. Akibatnya, sejumlah pelaku UMKM yang sebelumnya aktif mengekspor produk harus menghentikan pengiriman ke luar negeri.
Kondisi itu dialami Siti Retnanik, pemilik Kriya Daun 9996. Perempuan berusia 68 tahun ini mengaku, penurunan penjualan produk kerajinan tangan miliknya terjadi sejak pertengahan 2024 hingga saat ini. Penurunan tersebut konsisten terjadi setiap bulan.
"Penurunannya cukup besar, hampir 75 persen. Biasanya saya bisa mengirim ribuan produk ke luar negeri. Sekarang, tidak ada lagi pesanan," ungkap perempuan yang akrab disapa Nanik itu saat dihubungi Harian Disway, Kamis, 24 April 2025.
Nanik menjelaskan, usahanya telah dirintis sejak 9 September 1996. Namun, baru pada 2005 ia berhasil menembus pasar internasional. Negara tujuan ekspor pertamanya adalah Inggris, kemudian merambah Amerika Serikat, Dubai, dan Qatar.
BACA JUGA:Ford Hentikan Ekspor Sejumlah Mobil ke Tiongkok Akibat Tarif Perang Dagang
BACA JUGA:Antisipasi Tarif Trump, Indonesia Alihkan Ekspor ke Eropa dan Australia
"Dulu sekali kirim bisa sampai 1.500 produk ke masing-masing negara. Di tiga negara itu, saya dibantu salah satu perusahaan kopi. Tapi, pengiriman terus menurun. Sekarang sudah tidak ada lagi karena pemesanan kopi ke perusahaan itu juga berhenti," jelasnya.
Sejak awal 2025, seluruh aktivitas ekspor terhenti. Kondisi ini memaksanya merumahkan sekitar tujuh karyawan. Harga bahan baku yang terus naik dan permintaan pasar yang kian menurun membuat Nanik tak lagi mampu melakukan produksi dalam skala besar.
Meski demikian, ia tetap memproduksi kerajinan tangan, meski dalam jumlah terbatas. Saat ini, produksi per bulan hanya sekitar 100 unit dan dipasarkan melalui pusat oleh-oleh di beberapa kota, termasuk lewat fasilitasi Pemerintah Kota Surabaya.
Salah satu guci produksi Kriya Daun di Ngagel Mulyo XV, Surabaya.-Dokumen Siti Retnanik untuk Harian Disway-
"Sekarang hanya mengisi tenant di pusat-pusat wisata dan oleh-oleh. Kalau ada pesanan, saya panggil lagi karyawan yang sebelumnya dirumahkan. Mereka kerja dari rumah masing-masing. Kalau tidak ada pesanan, ya saya kerjakan sendiri," ujarnya.
Nanik mengaku, saat usahanya masih berjalan normal, semua karyawan menerima gaji bulanan dan terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan. Kini, ia hanya bisa memberikan honor berdasar proyek tertentu.
"Kalau ada proyek besar, saya panggil mereka lagi. Tapi sistemnya bukan gaji bulanan, melainkan fee dari hasil pembayaran proyek tersebut," tuturnya.
Sementara itu, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Diskop UKM) Jawa Timur terus berupaya mencarikan pasar bagi pelaku UMKM agar tetap bertahan. Salah satu langkahnya adalah dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap misi dagang yang dipimpin Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: