Perang Dagang dan Keamanan Nasional Tiongkok

Perang Dagang dan Keamanan Nasional Tiongkok

ILUSTRASI Perang Dagang dan Keamanan Nasional Tiongkok.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Resistansi Indonesia dalam Menghadapi Perang Dagang Tarif Trump

TIT-FOR-TAT IS FAIRPLAY

Berkaca pada perang dagang yang baru saja terjadi di antara kedua negara tersebut, dalam diri Tiongkok terdapat sebuah keyakinan dalam menanggapi situasi itu. Yakni, Rén bùfàn wǒ, wǒ bù fànrén; rén ruò fàn wǒ, wǒ bì fànrén

Dalam bahasa Indonesia, artinya, ”Kalau ada orang yang tidak menyinggung perasaan saya, saya pun tidak akan menyinggung perasaannya. Jika ada orang yang menyinggung perasaanku, aku akan menyinggung perasaannya”. 

Lebih jelas lagi, pada konteks perang dagang, dasar keyakinan itu dapat dipahami sebagai, ”Kami tidak akan menyerang kecuali kami diserang, kalau kami diserang, pasti kami akan melakukan serangan balik”. 

BACA JUGA:Trump Terapkan Tarif Impor Baja dan Aluminium 25 Persen, Perang Dagang Dimulai?

Dalam sebuah permainan, keyakinan itu juga sesuai dengan istilah, ”Tit-for-tat is fairplay”, yakni sebuah pemahaman yang menciptakan pembalasan setimpal agar pihak-pihak yang berinteraksi dalam sebuah permainan dapat mencapai sebuah keseimbangan. 

Hal itu terbukti bagaimana Presiden Tiongkok Xi Jinping beberapa kali merespons dengan melakukan serangan balik terhadap kebijakan tarif yang dinaikkan Presiden Trump.

Seperti konsep yang dijelaskan, pepatah ”Rén bùfàn wǒ, wǒ bù fànrén; rén ruò fàn wǒ, wǒ bì fànrén” terinspirasi dari poster yang menceritakan pasukan militer Tiongkok kala itu menghadapi konflik perbatasan dengan Uni Soviet pada 1969 dan diyakini sebagai ancaman militer bagi keamanan wilayah pemerintah Tiongkok.

KEAMANAN NASIONAL TIONGKOK

Kehadiran Tiongkok sebagai negara superpower dalam komunitas internasional saat ini memang sangat tidak terelakkan. Tiongkok telah meningkatkan kemampuan diri secara signifikan sejak tahun 1990, baik dalam pertumbuhan ekonomi maupun modernisasi militer. 

Kebangkitan selama dua dekade terakhir tentu mengubah peta politik global. Negeri Panda  tersebut telah muncul sebagai kekuatan besar ekonomi dunia, menyaingi Amerika Serikat. 

Dimulai dengan bergabungnya Tiongkok ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) pada Desember 2001, Tiongkok dengan cepat mengubah kondisi ekonominya dari pabrik berbiaya rendah di dunia menjadi pemimpin global dengan menciptakan teknologi yang sangat canggih. 

Hal itu diperkuat sejak Xi Jinping menjadi presiden pada 14 Maret 2013. Banyak sekali perubahan yang mengubah wajah Tiongkok. 

Misalnya, hadirnya megaproyek belt and road initiative (BRI) yang bertujuan membangun infrastruktur ekonomi dan memperkuat alur perdagangan lebih kondusif guna meningkatkan konektivitas di antara negara-negara sepanjang koridor BRI seperti di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: