Dian Suci Rahmawati, Menyuarakan Politik Tubuh dan Rumah Lewat Instalasi di ARTJOG 2025

Dian Suci Rahmawati, Menyuarakan Politik Tubuh dan Rumah Lewat Instalasi di ARTJOG 2025

Dian Suci Rahmawati, seniman instalasi yang mengangkat isu politik dan feminisme dalam setiap karyanya. --Instagram @ultramanminmun

HARIAN DISWAY - Dalam lanskap seni rupa kontemporer Indonesia, nama Dian Suci Rahmawati muncul sebagai salah satu seniman yang menawarkan perspektif baru.

Lahir di Kebumen pada 1985, dan kini berdomisili di Yogyakarta, Dian dikenal lewat karya-karya yang menembus batas antara ruang domestik, tubuh perempuan, dan politik kerja.

Berangkat dari latar belakang pendidikan arsitektur di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dian melangkah lebih jauh dengan mengembangkan medium visual yang beragam.

Ia tak hanya melukis, tetapi juga menciptakan instalasi, video, dan eksperimen multimedia yang menyentuh aspek personal sekaligus struktural. Tubuh perempuan, yang sering kali disempitkan maknanya dalam ranah domestik, menjadi pusat dari eksplorasi visualnya.

BACA JUGA:Reza Rahadian Buat Karya Seni Eudaimonia di ARTJOG 2025, Terinspirasi dari Filsafat Yunani Kuno

BACA JUGA:Jembatan Seni, Jejak Empati dalam Dua Program ARTJOG


Karya Dian yang akan dipamerkan pada ARTJOG 2025. --ARTJOG

ARTJOG 2025 menjadi momen penting bagi karya Dian. Ia menampilkan instalasi bertajuk Beneath Fingers, Echoing Through the Shadow of a Still House Window 2, hasil kerja bersama komunitas buruh rumahan di Yogyakarta. Karya ini tidak hanya menjadi pameran estetika, tetapi juga intervensi sosial.

Melalui teknik mordant paste dan silk printing, kain-kain yang tergantung itu seolah bercerita tentang jam kerja yang tidak kenal batas, tubuh yang terus bergerak tanpa upah pasti, dan rumah yang menjelma pabrik tak resmi.

“Ruang rumah tangga bukan hanya tempat tinggal, tapi juga tempat kerja,” begitu tulisnya dalam pernyataan artistik. Dengan pendekatan ini, ia menggugat label ethical fashion yang sering kali menutupi kenyataan keras di balik produksi rumahan. Ia bertanya: siapa yang sesungguhnya diuntungkan?

Sebelum ARTJOG, Dian telah malang melintang di panggung seni rupa nasional maupun internasional. Ia pernah tampil di Biennale Jogja XV Equator tahun 2019, serta dalam pameran Broken White Project di Singapura (2022).

BACA JUGA:Cerita di Balik Film Dokumenter Bisikan Terumbu yang Tayang pada ARTJOG 2025

BACA JUGA:ARTJOG 2025: Tubuh, Kata, dan Ruang Bertemu dalam Tubuh Kolektif Seniman

Salah satu pencapaian pentingnya adalah saat ia memenangkan Gold Award kategori Established Artist dalam ajang UOB Painting of the Year Indonesia tahun 2021. Di tahun 2024, ia menerima Mentorship Award dari Prince Claus Fund dan British Council.

Dian juga dikenal lewat lukisan-lukisan yang penuh makna, seperti Dalam Penjara yang Tak Sama atau A Room of Soft Disappearances. Warna-warna hangat dalam karyanya tidak pernah menjadi pelipur lara.

Justru ia hadir sebagai penanda kegelisahan yang lembut: perasaan terkekang, penghilangan identitas, dan pergulatan perempuan dalam menghadapi tekanan sosial yang halus tapi menghimpit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: