Kasus Agus Buntung dan Inovasi Polisi: Dilematis Penjahat Cacat

I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung-ist -
Kemudian, diterbitkan keputusan kapolda NTB. Berlandaskan keputusan itu, Pujewati mengubah nota kesepahaman (MoU) dengan gubernur NTB dan komisi disabilitas daerah. Dengan begitu, penanganan penahanan Agus dibantu pemerintah daerah.
Bantuan tempat penahanan, juga tenaga khusus yang melayani keseharian Agus. Kasusnya pun ditangani sebagaimana kasus pidana lainnya.
Kapolda NTB Irjen Hadi Gunawan mengapresiasi kerja AKBP Pujewati dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan di NTB. Dia menyebut keputusan soal tata kelola kasus disabilitas menjadi hal yang baru di Polda NTB.
Irjen Hadi: ”AKBP Pujewati punya inovasi bagus. Ada hal baru di NTB, salah satunya keputusan kapolda tentang tata kelola penyandang disabilitas. Keputusan itu mengatur bagaimana perlakuan penyidik terhadap para disabilitas, baik sebagai saksi, tersangka, maupun pelapor.”
Sejak Agus divonis, pemenjaraannya bukan lagi urusan polisi, melainkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang membawahkan lembaga pemasyarakatan (lapas) alias penjara.
Penjara buat penjahat disabilitas di Indonesia belum banyak. Ada di Lapas Serang, dengan Wisma Dilan. Itu blok khusus napi disabilitas dan lansia. Ada pula Lapas Pekanbaru yang menyediakan fasilitas penyandang disabilitas.
Di dua Lapas itu pun fasilitasnya masih terbatas. Banyak keluhan napi disabilitas.
Namun, penjara untuk penjahat dengan disabilitas masih juga jadi problem di negara-negara maju.
Dikutip dari majalah Kanada, Briar Patch Magazine, 7 September 2023, berjudul Disability and the prison system, karya Trish Mills, diungkap problem di sana.
Disebutkan, Kanada memiliki sejarah panjang dalam melembagakan penyandang disabilitas di rumah sakit jiwa, lembaga untuk tunarungu atau tunanetra, dan fasilitas psikiatri.
Di lembaga-lembaga itu, orang-orang menjadi sasaran penganiayaan dan penelantaran yang parah. Kanada masih menyimpan penyandang disabilitas di panti jompo, rumah kelompok, fasilitas psikiatri, dan penjara, yang memperburuk kondisi mereka.
Contohnya, napi disabilitas Kitten Keyes. Ia dipaksa tidur di lantai sel karena tidak dapat diakses kursi roda. Ia tidak dapat berpindah ke ranjang susun.
Ia juga tidak dapat bermanuver ke toilet tanpa pegangan dan terpaksa buang air besar sendiri ketika tidak ada yang membantunya.
Penulis Trish Mills, bekerja sama dengan Disability Justice Network of Ontario dalam proyek penjara, mendukung narapidana disabilitas yang terdiskriminasi ras di Ontario.
Mills mewawancarai beberapa napi disabilitas di sana. Diungkapkan, napi pemuda Andy (samaran). Ia tanpa tangan kiri. Lengan kirinya, dulu, diamputasi dari tulang selangka. Saat diwawancarai, ia sudah menghuni penjara lima setengah tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: