Bisakah MPR menafsirkan putusan MK?

Gedung Mahkamah Konstitusi.--
Hananto Widodo--
POLEMIK terhadap putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal masih saja terjadi. Bahkan partai Nasdem mengusulkan agar MPR melakukan penafsiran terhadap putusan MK No. 135 tersebut.
Pertanyaannya, bisakah MPR menafsirkan putusan MK? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada dua isu besar yang dapat diangkat di sini. Pertama, apa dasar hukum bagi MPR untuk menafsirkan putusan MK tersebut. Kedua, apa implikasi hukum dari hasil penafsiran MPR terhadap putusan MK tersebut.
Berbicara mengenai dasar hukum MPR dalam melakukan penafsiran terhadap putusan MK, maka kita akan berbicara mengenai dasar wewenang dari MPR dalam melakukan penafsiran terhadap putusan MK ini.
Kewenangan MPR secara jelas diatur dalam Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945. Pasal 3 (1) menyatakan “MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD.” Ayat (2) menyatakan “MPR melantik Presiden dan/atau Wapres.” Ayat (3) menyatakan “MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD.”
BACA JUGA:MK Gelar Sidang Uji Materi UU Perusakan Hutan, Pemerintah Tegaskan Perlindungan Hutan
BACA JUGA:UU TNI Baru Disahkan, 7 Mahasiswa UI Layangkan Gugatan ke MK
Jika melihat pada bunyi Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945 tidak ada satupun dasar kewenangan bagi MPR untuk menafsirkan putusan MK. Ketika Nasdem mengusulkan agar MPR melakukan penafsiran terhadap putusan MK, sebenarnya usulan dari Nasdem tersebut merupakan usulan yang janggal.
Kenapa dikatakan janggal? Karena bagaimanapun putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Di samping itu, sifat dari putusan pengadilan baik itu putusan MK maupun putusan MA merupakan produk hukum yang bersifat in concreto. Dengan demikian, putusan MK ini merupakan putusan yang konkrit yang tidak memerlukan penafsiran lagi, karena putusan MK ini merupakan hasil penafsiran dari MK terhadap produk UU yang diuji oleh MK, dalam hal ini adalah UU Pemilu.
Kemungkinan yang dimaksud oleh Nasdem adalah penafsiran terhadap UUD NRI Tahun 1945. MPR sebagai pembentuk UUD (Grondwetgever), tentu juga berwenang untuk menafsirkan isi dari UUD itu. Mungkin demikian yang dimaksud oleh Nasdem.
Ketika MPR menafsirkan UUD NRI, khususnya terkait Pasal Pemilu, harapannya MPR bisa memberikan second opinion terkait pemberlakuan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Pertanyaannya adalah apakah hasil penafsiran dari MPR itu mengikat baik terhadap pembentuk UU maupun terhadap masyarakat secara umum?
BACA JUGA:MK Larang Caleg Terpilih Mundur untuk Maju Pilkada
BACA JUGA:MK Gelar Sidang Pembuktian Enam Gugatan Pilkada
Bagaimanapun, MPR bukan merupakan lembaga pengadilan yang keputusannya bersifat final dan mengikat. Keputusan MPR tidak dapat membatalkan putusan MK yang secara konstitusional bersifat final dan mengikat. Apalagi pasca perubahan UUD 1945, kedudukan MPR bukan sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi sebagai lembaga negara seperti Presiden, DPR dan DPD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: