Gaduh Blokir Rekening: Uang Bukanlah Entitas yang Tunduk pada Nasionalisme

ILUSTRASI Gaduh Blokir Rekening: Uang Bukanlah Entitas yang Tunduk pada Nasionalisme.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:SYL Mohon Hakim Buka Blokir Rekening untuk Nafkahi Keluarga
Beberapa modus kejahatan sering memanfaatkan rekening dormant antara, lain rekening ”proksi” dana hasil tindak pidana secara online sebagaimana pada beberapa kasus yang terjadi pada tindak kriminal; praktik jual beli rekening, peretasan, penggunaan ”nomine” sebagai tempat penampungan.
Sekilas argumen PPATK terlihat sangat masuk akal. Akan tetapi, jika ditelisik lebih cermat, kebijakan itu memiliki konsekuensi yang amat berisiko dan menjadi bumerang. Mengapa demikian?
Pertama, dalam sistem keuangan dan ekonomi pasar bebas, kebijakan memblokir rekening deposan secara sepihak justru berpotensi mengguncang sistem fundamental keuangan dan perbankan Indonesia sendiri.
BACA JUGA:Judi Online Makin Menjamur, Pemerintah Promosi hingga Blokir Rekening dan E-Wallet
Sistem ekonomi kapitalisme sendiri memberikan keleluasaan kepada pelaku ekonomi untuk bebas melakukan akumulasi kekayaan pada berbagai macam portofolio investasi seperti berupa emas, perak, surat berharga, dan bentuk kekayaan lain ke dalam sistem perbankan.
Pada fase itu, uang bebas untuk bergerak, apakah diam, terus berakumulasi, ataukah stagnan, negara tidak diperkenankan melakukan intervensi terhadap entitas kekayaan yang tersimpan di bank dengan melakukan pembekuan atau pemblokiran.
Kedua, dalam interaksi pasar bebas, uang diam tidaklah menimbulkan konsekuensi apa pun bagi bank itu sendiri. Namun, pada konteks yang lebih luas, aliran investasi modal dalam keadaan stagnan atau diam dapat dianggap sebagai bentuk kebijakan pemilik uang mengurangi prioritas investasi pada sektor riil sehingga berimbas pada pertumbuhan ekonomi.
Sangat relevan ketika terjadi perlambatan ekonomi global, banyak investor yang menahan ekspansi usahanya. Di sisi lain, para deposan mengurangi konsumsi dengan menahan pembelian barang konsumtif.
Amat lumrah ketika terjadi pelemahan daya beli, yang terjadi adalah penurunan aktivitas transaksi keuangan di sektor perbankan.
Ketiga, pemblokiran rekening deposan akan memicu sentimen negatif di sektor jasa keuangan dan perbankan.
Kemungkinan bisa saja para nasabah melakukan penarikan dananya di bank secara massal (rush money) ketika kebijakan pemerintah tidak netral dan berpihak kepada mereka dan memindahkannya pada bank-bank yang mampu memberikan stabilitas rasa nyaman.
Saat sistem perbankan dirasakan nasabah tidak menguntungkan, nasabah punya hak untuk melakukan penarikan kembali dananya. Dengan demikian, bagaimanapun besarnya suatu bank akan berpotensi terancam kolap ketika terjadi rush money.
Efek rush money tidak hanya mengancam likuiditas perbankan secara menyeluruh, tetapi juga akan meruntuhkan bangunan keuangan dan perbankan nasional secara sistemik.
Bank merupakan entitas bisnis yang sangat berkorelasi dengan ekosistem kepercayaan. Ketika trust issue menghantam dunia perbankan, efek sistemiknya tidak dirasakan lanskap ekonomi domestik saja, tetapi juga menjalar ke sistem keuangan secara global karena terhubung ke jaringan secara integratif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: