Mengenal Budaya Konsumtif dan Fenomena Flexing di Media Sosial

Fenomena flexing di media sosial yang sedang ramai, bisa menjadi sumber inspirasi atau justru mendorong perilaku konsumtif. --iStock
Status sosial kini tidak hanya dilihat dari kehidupan nyata. Tetapi juga dari apa yang ditampilkan di media sosial.
Selain itu, algoritma media sosial turut memperkuat fenomena itu. Konten glamor yang menampilkan kemewahan cenderung lebih sering muncul di beranda. Membuat pengguna merasa bahwa standar hidup ideal harus selalu tampak mewah.
BACA JUGA: Timeline Bikin Burnout? Ini Cara Decluttering Sosial Media Kamu
Ditambah lagi adanya peer pressure digital—tekanan dari teman sebaya yang juga memamerkan gaya hidupnya—semakin membuat banyak anak muda terdorong ikut memamerkan sesuatu, meskipun tidak semua benar-benar mampu.
Peer pressure sebagai salah satu faktor yang mendorong anak muda untuk flexing walaupun tidak semua mampu. --iStock
Fenomena flexing memang dekat dengan kehidupan anak muda. Tetapi bukan berarti gaya hidup hanya bisa dinikmati melalui pamer kemewahan. Berikut beberapa cara sederhana untuk tetap tampil percaya diri sekaligus menjaga kesehatan finansial.
1. Terapkan mindful consumption
Alih-alih sekadar ingin terlihat keren di media sosial, setiap pilihan sebaiknya berlandaskan pada kebutuhan dan manfaat nyata. Dengan begitu, gaya hidup terasa lebih ringan dan tidak terbebani standar orang lain.
BACA JUGA: Takut Ketinggalan Konser? Fenomena FOMO Jadi Ajang Gengsi di Media Sosial
2. Unggah konten yang autentik
Unggahan yang autentik sering kali lebih disukai audiens, karena menunjukkan kepribadian tanpa perlu berpura-pura. Hal itu sekaligus membangun citra diri yang lebih positif.
3. Pilih alternatif gaya hidup yang tetap stylish namun sehat finansial
Mengombinasikan fashion thrift dengan kreativitas styling, memilih liburan sederhana yang berkesan, atau menggunakan gadget yang masih berfungsi dengan baik bisa menjadi pilihan cerdas. Dengan begitu, gaya hidup tetap stylish, finansial tetap aman, dan kepuasan diri pun lebih terjaga.
Flexing tidak selalu identik dengan sesuatu yang negatif. Dalam batas wajar, hal itu bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan pencapaian dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
BACA JUGA: Cara Sehat Nikmati Media Sosial Tanpa FOMO
Bahkan bagi sebagian orang, flexing mampu memberi inspirasi dalam hal gaya, tujuan, atau motivasi untuk bekerja lebih keras. Meski begitu, penting untuk memahami bahwa setiap orang memiliki kondisi dan prioritas yang berbeda.
Jika dilakukan tanpa pertimbangan, flexing justru dapat berubah menjadi tekanan sosial yang melelahkan atau bahkan mendorong perilaku konsumtif yang merugikan. Karena itu, kesadaran akan motivasi pribadi dan kemampuan diri menjadi kunci.
Dengan sikap bijak, gaya hidup tetap dapat dinikmati, citra diri bisa dibangun secara positif. Kesehatan finansial pun tetap terjaga. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: