Ledakan Ketimpangan Global: Jalan Menuju Demokrasi Emansipatoris

Ledakan Ketimpangan Global: Jalan Menuju Demokrasi Emansipatoris

ILUSTRASI Ledakan Ketimpangan Global: Jalan Menuju Demokrasi Emansipatoris.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

DALAM beberapa pekan terakhir, dunia diguncang oleh gelombang demonstrasi besar yang merebak di berbagai belahan dunia –Indonesia, Nepal, Filipina, dan Amerika Serikat. Suara massa kembali memenuhi jalanan dengan satu benang merah: ketidakpuasan mendalam atas kebijakan ekonomi yang dinilai tidak prorakyat, tetapi justru menguntungkan kepentingan elite. 

Fenomena itu menegaskan bahwa demonstrasi bukan sekadar ekspresi emosional sesaat, melainkan refleksi krisis struktural yang makin tajam di era neoliberal, ketika jurang kesenjangan sosial-ekonomi makin lebar.

Di Nepal, gerakan aksi massa dan kerusuhan besar dipicu stagnasi ekonomi, melonjaknya harga kebutuhan pokok, dan meningkatnya pengangguran di kalangan muda. Ribuan mahasiswa dan pemuda turun ke jalan di ibu kota Nepal, Kathmandu, serta kota-kota besar lainnya. 

BACA JUGA:Memetakan Perang Narasi di Balik Panggung Demokrasi

BACA JUGA:DPR dan Demokrasi Berdampak

Mereka menuntut penciptaan lapangan kerja, akses pendidikan yang lebih terjangkau, dan pengendalian inflasi. Data terbaru menunjukkan tingkat pengangguran umum di Nepal naik menjadi 12,6 persen pada 2022–2023, meningkat dari 11,4 persen lima tahun sebelumnya. 

Angka itu bahkan melonjak hingga 22,7 persen di kalangan usia muda 15–24 tahun, jauh di atas rata-rata global. Setiap tahun sekitar 500.000 anak muda Nepal memasuki pasar kerja, tetapi mayoritas gagal terserap ke sektor formal, mendorong migrasi dan frustrasi sosial.

Sementara itu, di Amerika Serikat unjuk rasa buruh menyasar pada persoalan dimensi struktural, di mana kemiskinan yang stagnan di tengah kekayaan elite yang melesat. Pada 2024, tingkat kemiskinan resmi tercatat 10,6 persen, sementara ukuran kemiskinan tambahan mencapai 12,9 persen. 

BACA JUGA:Intimidasi Opini Publik: Demokrasi yang Terbungkam

BACA JUGA:Pancasila di Reruntuhan Demokrasi

Pendapatan rumah tangga median memang naik menjadi USD83.730, tetapi sebagian besar kenaikan itu dinikmati kelompok kaya. Sebaliknya, keluarga kulit hitam justru mengalami penurunan pendapatan nyata. 

Ironisnya, di waktu yang sama, laporan AFL-CIO menunjukkan CEO di perusahaan S&P 500 memperoleh rata-rata kompensasi USD18,9 juta per tahun, sedangkan pekerja di perusahaan ”low-wage” hanya sekitar USD35.570 (AFL-CIO, 2024). 

Artinya, CEO perusahaan besar menerima gaji rata-rata 351 kali lipat daripada pekerja biasa, sedangkan keluarga kulit hitam hanya memiliki 15 persen kekayaan rata-rata keluarga kulit putih. 

BACA JUGA:Media Jurnalistik Berguguran di Negara Demokrasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: