Dari Keheningan, Michelle Layanto Mengajak Dunia untuk Mendengar

Dari Keheningan, Michelle Layanto Mengajak Dunia untuk Mendengar

Merayakan Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025, yayasan Pusbisindo Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan bertajuk “GESTURA” pada 27 September 2025 di Gedung Laboratorium Anti-Doping UNESA, Surabaya. -GESTURA-

Pertama, bahasa isyarat adalah bahasa alami bagi tuli. Bahkan, sebelum manusia mengenal bahasa lisan, manusia purba berkomunikasi dengan isyarat.

Kedua, bahasa isyarat itu tidak universal. Bahasa isyarat yang digunakan di Indonesia berbeda dengan negara lain, bahkan di Indonesia sendiri punya isyarat yang berbeda di setiap daerah.

BACA JUGA: Lukisan Tangan, Suara yang Tak Diucapkan dari SLB Dharma Wanita

BACA JUGA: Viva Muda Gandeng Anak Disabilitas Luncurkan Koleksi Keren di SFT 2026

Ketiga, bahasa isyarat diakui oleh Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) sebagai bagian dari hak budaya dan identitas komunitas tuli.

Sayangnya, Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) yang sudah digunakan secara luas oleh komunitas tuli Indonesia, masih belum diresmikan secara sah oleh pemerintah. Padahal Indonesia sudah meratifikasi CRPD dan memiliki UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

“Bisindo harus diresmikan. Jika tidak ada hukum dan perlindungan, maka Bisindo hanya akan menjadi pilihan, bukan kewajiban,” ujarnya di hadapan para peserta.


PARA peserta tetap bersemangat mengikuti jalannya acara meski cuaca terik. -GESTURA-

Hari itu, meski panas menyengat, semangat para peserta tak surut sedikitpun. Mereka datang dari berbagai daerah, tidak hanya Surabaya dan sekitarnya. Ada yang datang dari Serang dan Probolinggo.

BACA JUGA: Harapan Baru Bagi Penderita Tuli Mendadak: Terapi Oksigen Hiperbarik Tunjukkan Hasil Menjanjikan!

BACA JUGA:Edukasi Kanker Payudara di Surabaya, TIBA dan RRS Gaungkan Lagi SADARI

Sebagian besar adalah teman tuli, tapi ada juga sahabat dengar yang ingin belajar bahasa isyarat atau bahkan bercita-cita menjadi Juru Bahasa Isyarat (JBI).

Melihat itu, Michelle merasa masih ada harapan. Bahwasanya perjuangan untuk Bisindo bukan perjuangan segelintir orang, tapi sebuah gerakan bersama.

Michelle menceritakan usahanya untuk mencari JBI di area Surabaya. “Pas saya cari tahu, cuma ada 8 JBI di Surabaya. Saya jadi bingung, karena kekurangan JBI,” terangnya.

Kini, Pusbisindo juga membuka kelas Bisindo secara daring dan luring di berbagai daerah. Michelle ingin semakin banyak masyarakat, terutama sahabat dengar, ikut belajar agar komunikasi dua dunia ini benar-benar bisa terbuka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: