Tren Zero Post pada Gen Z, Aktif tapi Tidak Berbagi di Medsos
Tren zero post pada Gen Z. Menghilangkan seluruh unggahan di media sosial dan hanya menjadi pengguna pasif. Mengapa?-Freepik-
Penggunaan media sosial sangat bebas dan minim terkontrol. Meskipun fungsinya menghubungkan kita dengan banyak orang, juga bisa menimbulkan stres, kecemasan, dan perasaan tidak cukup.
Akhirnya, banyak Gen Z memilih menjaga kesehatan mental. Mereka pun memutuskan untuk meminimalkan eksposur daring.
BACA JUGA:Kebaya Jeans Jadi Tren Viral di Media Sosial, Mix and Match Tradisi
BACA JUGA:7 Prompt Gemini AI Terbaik untuk Generate Foto Tren 2025
2. Menghindari Sorotan Publik dan Menjaga Privasi
Dalam budaya "unggah segalanya", setiap momen bisa tersebar luas. Gen Z kini lebih bijak. Memilih untuk hanya menyimpan atau membagikan momennya ke lingkaran terbatas. Misalnya, teman dekat atau grup privat. Daripada ke publik.
3. Menolak Estetika Kehidupan Terkurasi
Banyak yang merasa media sosial telah kehilangan keaslian. Terlalu banyak kemewahan, standar hidup ideal, dan pamer.
Dengan zero post, Gen Z berupaya mengembalikan kehidupan mereka ke realitas. Bukan untuk pamer estetika belaka.
4. Menegaskan Identitas Alternatif Dunia Digital
Bagi sebagian orang, zero post adalah bentuk perlawanan terhadap norma lama. Bahwa aktivitas media sosial harus selalu produktif, estetis, dan viral. Mereka menghargai ketidakteraturan, spontanitas, dan privasi.
BACA JUGA:Putri Tiongkok, Tren Baru Wisata Budaya di Beijing
BACA JUGA:Tren Intimate Wedding ala Gen Z, Antara Kesederhanaan dan Ancaman Pudarnya Tradisi
Prediksi Tren Zero Post dan Media Sosial

Berbagai platform media sosial paling populer yang berpotensi terdampak tren zero post di masa yang akan datang.-Freepik-
Jika tren itu terus berkembang, Anda mungkin menyaksikan perubahan besar dalam lanskap media sosial. Feed yang dulunya ramai oleh foto dan update harian bisa berubah sepi.
Semua itu bisa saja berganti dengan konten-konten dari influencer, brand, dan algoritma. Normalisasi unggah kreasi biasa bisa jadi hilang. Digantikan konsumsi konten yang dikurasi secara profesional.
Sisi positifnya, fenomena itu bisa mendorong kesadaran digital yang lebih sehat. Pengguna semakin sadar akan pentingnya privasi, batasan antara kehidupan daring dan nyata, serta kesehatan mental yang rentan karena terlalu terekspos.
Namun, jika banyak orang menarik diri, platform bisa kehilangan keragaman opini, konten otentik, dan interaksi sosial yang nyata. Media sosial berisiko menjadi ruang yang dikendalikan oleh sedikit aktor. Misalnya, brand atau selebritas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: