Bahasa, Diplomasi, dan Identitas Nasional

Kamis 21-11-2024,06:00 WIB
Oleh: Kamal Yusuf*

BACA JUGA:Menjaga Bahasa, Menjaga Budaya: Refleksi Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional

BACA JUGA: Masih Perlukah Kuliah Bahasa Inggris?

Itu bukan sekadar percakapan, melainkan tentang membangun kesan positif dan profesionalisme. Ketika kepala negara dapat berkomunikasi tanpa penerjemah, hal itu dapat membangun rasa kedekatan yang dapat mengurangi potensi kesalahpahaman dan meningkatkan rasa hormat antarbangsa.

Pujian Trump untuk Prabowo juga menjadi contoh menarik dari diplomasi lunak. Alih-alih menggunakan kekuatan politik atau ekonomi, justru aspek bahasa dan budaya yang ditonjolkan. Hal itu dapat memengaruhi persepsi dan membangun pengaruh melalui pendekatan yang halus. 

Pujian tersebut menunjukkan bagaimana komunikasi lintas budaya yang baik dapat menciptakan atmosfer yang positif antarnegara. Dalam dunia yang makin terhubung, diplomasi lunak memiliki peran penting sebagai sarana membangun relasi yang harmonis dan saling menguntungkan (Xhemaili, 2022). 

BACA JUGA:Zaman Adam Ditandai Munculnya Bahasa Manusia

BACA JUGA:Dari Pemartabatan Bahasa hingga Pahlawan Nasional

Sementara itu, bagi masyarakat Indonesia sendiri, kemampuan berbahasa Inggris juga dapat dianggap sebagai bagian dari keterampilan diplomasi pribadi. Mampu berkomunikasi dalam bahasa asing itu membuka kemungkinan lebih luas dalam menjangkau dunia. 

Peluang dan potensi yang bisa diraih, antara lain, pendidikan, bisnis, ekonomi dan pengembangan karier.

KEBANGGAAN JATI DIRI 

Namun, dalam menjalankan diplomasi lunak dan membuka diri terhadap budaya internasional, muncul tantangan yang tak kalah pentingnya. Yaitu, mempertahankan identitas nasional. 

Di tengah derasnya arus globalisasi, penting bagi kita sebagai bangsa untuk tetap teguh pada nilai dan budaya lokal. 

BACA JUGA:Bahasa Indonesia Itu Unik

Pujian atas kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing oleh para pemimpin Indonesia janganlah dilihat sebagai dorongan untuk mengadopsi budaya asing secara berlebihan. Akan tetapi, hal itu perlu dipandang sebagai pengingat bahwa penguasaan komunikasi global dapat berjalan beriringan dengan kecintaan dan kebanggaan terhadap jati diri bangsa.

Menjaga jati diri bangsa tidak berarti menutup diri dari dunia luar. Sebaliknya, jati diri yang kuat membuat kita lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan bangsa lain. 

Dalam situasi di mana bahasa Inggris menjadi alat komunikasi utama, pemahaman yang mendalam tentang budaya, nilai, dan norma bangsa Indonesia membuat kita dapat terus membawa ciri dan karakter khas bangsa dalam kancah global. 

Kategori :