BACA JUGA:Kolaborasi Internasional dan Untag: Membuka Lembaran Baru Makam Peneleh Surabaya
"Mengingat bangunan sudah tua. Lihat saja kayunya, sudah lapuk," kata pria berusia 63 tahun itu.
Ya, bangunan bersejarah itu dibangun pada 1809. Bekas Kantor Gubernur Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Gedung Setan termasuk dalam kategori bangunan cagar budaya.
Namun, Pemkot Surabaya tidak dapat merevitalisasi karena gedung itu pernah menjadi milik pribadi.
BACA JUGA:Berharap pada Desk Pemberantasan Narkoba (1): Banyak Boneka Sindikat selain Mary Jane
Dahulu, kata Bimbi, pengurus Gedung Setan pernah mengajukan perbaikan ke Pemkot Surabaya.
Tapi, sama sekali tak pernah ada tanggapan. "Pernah ke dewan juga (DPRD Kota Surabaya), tapi cuma janji-janji saja," kata dia.
Kini, Bimbi bersama puluhan penghuni lainnya cemas karena tak memiliki tempat tinggal.
Sementara itu, Balai RT dan Balai RW yang jadi tempat pengungsian hanya bisa ditempati sementara.
Bagi Bimbi dan penghuni lainnya, Gedung Setan sudah seperti rumah sendiri. Terletak di jantung kota, membuat para penghuni kerasan tinggal di sana.
Anak cucu mereka juga banyak bersekolah di kawasan tersebut.
Ia tidak bisa membayangkan jika harus terusir dari tempat yang memiliki banyak kenangan itu.
"Kami belum tahu juga. Kami kecewa saja sama pemkot. Apalagi (gedung ini) merupakan cagar budaya. Nggak tahu nasib para penghuni gimana nanti," ujar dia.