Intelektual Publik Seharusnya Berkubang Bersama Rakyat (Tanggapan untuk Prof Biyanto)

Senin 20-01-2025,09:48 WIB
Oleh: M. Isa Ansori*

TULISAN Prof Biyanto di Harian Disway edisi 14 Januari 2025 seperti tamparan yang menyadarkan kita: terlalu banyak intelektual dan akademisi hari ini yang terjebak di menara gading, berdiri di ruang-ruang sempit yang hanya dimengerti segelintir orang dan kelompok mereka sendiri. 

Ketika bangsa ini membutuhkan suara-suara kritis untuk menghadapi tantangan zaman, mereka malah memilih aman, bersembunyi di balik jurnal, seminar eksklusif, atau argumen ilmiah yang sulit diakses masyarakat.

Padahal, tugas utama intelektual tidak sekadar melahirkan teori, tetapi juga menyambungkan gagasan dengan kehidupan nyata. Mereka seharusnya menjadi kompas moral yang memandu arah perubahan, bukan hanya menjadi penonton di tengah krisis. 

BACA JUGA:Memahami Tanggung Jawab Ilmuwan

Jika intelektual memilih diam, siapa lagi yang akan berbicara untuk rakyat?

KEBERANIAN DI TENGAH RISIKO

Intelektual publik adalah mereka yang memilih berdiri di garis depan, mengurai kompleksitas isu dengan bahasa yang bisa dipahami masyarakat, lalu mendorong perubahan sosial. 

Mereka tidak hanya berbicara kepada komunitas akademik, tetapi juga kepada rakyat, kepada mereka yang terdampak langsung oleh kebijakan yang salah arah.

BACA JUGA:Jalan Sepi Sunyi Akademisi Publik, Otokritik untuk Para Akademisi dan Dikti (Tanggapan Tulisan Prof Biyanto)

Namun, menjadi intelektual publik tidaklah mudah. Keberanian untuk bersuara kritis sering kali dibayar mahal. Rocky Gerung, misalnya, berani melawan arus dengan kritik tajamnya terhadap proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). 

Ia mempertanyakan transparansi pemerintah, dampak lingkungan, dan nasib masyarakat adat yang terancam terpinggirkan. Kritiknya menuai protes, caci maki, bahkan ancaman. Namun, ia tetap konsisten menyuarakan kebenaran.

Di sisi lain, ada pula Najwa Shihab, yang melalui program Mata Najwa mengangkat isu-isu mendesak seperti korupsi, pendidikan, dan kesenjangan sosial. Dengan gaya komunikasinya yang tajam tetapi santun, dia menjadi figur yang dipercaya publik untuk menyuarakan keadilan.

BACA JUGA:Tanggung Jawab Ilmuwan: Menyambung Keterputusan Antara Pengetahuan dan Kemanusiaan

Keberanian seperti itu adalah contoh nyata bahwa intelektual publik tidak hidup di ruang steril. Mereka masuk ke dunia nyata, tempat keberpihakan pada kebenaran sering kali berhadapan dengan kuasa dan kepentingan.

KAMPUS ARENA YANG TERLUPAKAN

Kategori :