BACA JUGA: Kematian Tukang Kritik pada Era Post-Truth (Tanggapan untuk Prof Biyanto)
BERHARAP KEMENDIKTISAINTEK
Pada era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Kementerian Pendidikan Nasional kembali dipisah: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kemendiktisaintek.
Bidang kebudayaan yang sejak lama menyatu dengan pendidikan juga dijadikan kementerian tersendiri. Kebijakan itu tentu bertujuan meningkatkan kinerja setiap kementerian yang membidangi pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, serta kebudayaan.
Harus diakui, selama ini loading kegiatan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sangat berjubel. Sebab, Kemendikbudristek harus mengurus pendidikan mulai anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah, hingga pendidikan tinggi.
Kemendikbudristek juga masih mengurus bidang kebudayaan. Karena urusannya sangat banyak, kebijakan pendidikan nasional kurang fokus sehingga mutunya tertinggal dari negara lain.
Dalam kaitan itulah, pembentukan Kemendiktisaintek yang terpisah dari Kemendikdasmen sangat positif dan relevan. Dengan berada di kementerian tersendiri, peran perguruan tinggi (PT) dapat dimaksimalkan untuk tugas-tugas penelitian. Apalagi jika penelitian itu menghasilkan teknologi tepat guna yang bermanfaat praktis bagi kehidupan masyarakat.
Hal itu sejalan dengan pandangan akademisi Universitas Melbourne, Richard James (2010), yang mengatakan bahwa substansi penelitian terletak pada publikasi dan kegunaan (research is publication and using).
BACA JUGA:Tanggung Jawab Ilmuwan: Menyambung Keterputusan Antara Pengetahuan dan Kemanusiaan
James menegaskan bahwa untuk mengukur mutu penelitian dapat dilihat dari publikasi yang dihasilkan dan manfaat praktisnya bagi masyarakat. Melalui publikasi ilmiah, akan terjadi komunikasi timbal balik antarilmuwan. Bahkan, pada era digital ini, komunikasi antarilmuwan itu bisa melintas batas-batas negara dan generasi.
Bermula dari publikasi itulah, keinginan untuk membangun budaya akademik (academic atmosphere) di dunia pendidikan dapat tercapai.
Publikasi hasil penelitian juga berguna untuk meminimalkan praktik plagiasi yang marak terjadi di dunia pendidikan. Berkaitan dengan problem plagiasi, PT harus memiliki mekanisme yang ampuh.
BACA JUGA:Menghidupkan Ilmuwan yang Kritis dan Berpihak
Salah satu caranya adalah memublikasikan ringkasan hasil penelitian melalui media cetak nasional atau internasional. Apalagi, publikasi ilmiah juga dapat dilakukan secara digital dan media online. Sayangnya, masih banyak peneliti yang belum memiliki keberanian untuk memublikasikan hasil penelitiannya.
Selain publikasi, hasil penelitian para akademisi harus memberikan manfaat bagi dunia keilmuan dan kehidupan masyarakat. Karena itu, setiap calon sarjana yang akan menulis skripsi (S-1), tesis (S-2), dan disertasi (S-3) penting mempertanyakan kontribusi keilmuan (contribution to knowledge) serta manfaat praktis dari penelitiannya.