Badai Tarif Trump, Strategi Geopolitik atau Gertakan Dagang?

Rabu 09-04-2025,16:59 WIB
Oleh: Sukarijanto*

HIRUK PIKUK reaksi publik dunia dalam merespons kebijakan tarif impor yang baru dirilis Presiden AS Donald Trump mewarnai jagat perbincangan di berbagai media belakangan ini. Donald Trump, yang baru menggantikan Joe Biden, telah resmi mengobarkan perang dagang dengan memberlakukan tarif timbal balik terhadap lebih dari 60 negara, termasuk Indonesia. 

Melalui executive order yang diteken di Gedung Putih pada 2 April 2025, kebijakan itu diklaim Trump sebagai upaya AS untuk mengimbangi besaran bea masuk yang dikenakan negara lain terhadap barang-barang AS secara tidak seimbang. 

Donald Trump sangat meyakini bahwa pemberlakuan kebijakan tarif timbal balik itu sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan ekonomi AS, yang menurutnya telah lama dirugikan oleh praktik perdagangan internasional yang tidak adil.

BACA JUGA:50 Ribu Buruh Terancam PHK Imbas Kebijakan Trump, Prabowo Siap Bentuk Satgas Khusus

BACA JUGA:Resistansi Indonesia dalam Menghadapi Perang Dagang Tarif Trump

Dalam riak dan hiruk pikuk reaksi atas kebijakan tarif impor AS yang baru, terdapat sebuah narasi yang bernada kesepahaman. Yakni, presiden AS yang ke-47 itu dianggap bertindak sewenang-wenang yang tidak berdasar dan telah merusak tatanan perdagangan internasional yang seharusnya menjunjung tinggi fair competition

Bahkan, tidak sedikit yang berpendapat bahwa pemberlakuan tarif impor baru lebih bermuatan politis ketimbang ekonomi. 

Pengenaan tarif bea masuk baru tersebut berlaku kepada negara yang mengalami surplus tinggi dalam neraca transaksi dagang dengan AS. Sementara itu, AS merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor RI. 

BACA JUGA:Genderang Make America Wealthy Again Trump dan Paradoks Kapitalisme

BACA JUGA:Trump 2.0 dan Hubungan Indonesia-AS Pasca Keanggotaan BRICS

Lantas, berapa nilai ekspor RI ke Negeri Paman Sam tersebut? 

Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS) per awal April 2025, ekspor nonmigas Indonesia ke AS pada Februari 2025 sebesar USD 2,347 miliar. Angka itu lebih tinggi daripada Februari 2024 (yoy) sebesar USD 2,101 miliar dan Januari 2025 sebesar USD 2,329 miliar. 

Jika memasuki awal tahun 2025, total nilai ekspor Indonesia ke AS pada Januari-Februari ini tercatat mencapai USD 4,677 miliar. Angka tersebut juga lebih tinggi daripada Januari-Februari 2024 sebesar USD 4,091 miliar (yoy). 

Berdasar data Trading Economics, AS mengalami defisit perdagangan yang konsisten sejak tahun 1976 disebabkan impor minyak dan produk konsumsi yang tinggi. 

BACA JUGA:Trump Ancam Naikkan Tarif untuk Tiongkok Hingga 104 Persen

Kategori :