HARIAN DISWAY - Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kepuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan pemeriksaan para saksi yang dilakukan Jaksa Penyidik JAM PIDSUS Kejagung pada Jumat, 9 Mei 2025 tersebut terkait penyidikan atas nama tersangka WG dkk.
Harli mengungkapkan dua saksi yang diperiksa tersebut adalah salah satunya ESL pemilik dari Ivan Motor.
Selain ESL, Jaksa Penyidik JAM PIDSUS juga memeriksa saksi berinisial LSI Kepala Sub Bagian (Kasubag) Kepegawaian Organisasi dan Tata Laksana pada PN Jakarta Pusat.
BACA JUGA:Kejagung Panggil 2 Orang Saksi Kasus Suap PN Jakpus, Salah Satunya Manager Keuangan Restoran
BACA JUGA:Kejagung Periksa 7 Orang Saksi dari Kantor Hukum AALF Terkait Kasus Suap PN Jakpus
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," kata Harli pada Jumat malam, 9 Mei 2025.
Sebelumnya Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Abdul Qohar dalam konferensi pers 15 April 2025 menjelaskan tersangka WG diketahui menggelar pertemuan dengan tersangka AR yang merupakan advokat dari korporasi yang perkaranya disidang di PN Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan tersebut, WG menyampaikan perkara minyak goreng harus diurus karena dikhawatirkan majelis hakim akan menjatuhkan putusan maksimal, bahkan melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tersangka WG juga menanyakan terkait biaya yang disediakan terdakwa korporasi untuk penanganan perkaranya di PN Jakarta Pusat.
BACA JUGA:Kejagung Periksa Saksi dari 3 Korporasi Terkait Kasus Suap PN Jakpus
BACA JUGA:Kejagung Periksa Saksi dari 3 Korporasi Terkait Kasus Suap PN Jakpus
Setelah 2 minggu dari pertemuan tersebut, tersangka MS yang merupakan rekan AR menyampaikan pihak korporasi bersedia menyediakan biaya penanganan perkara senilai Rp 20 miliar untuk mendapatkan putusan bebas.
Hasil pertemuan itu selanjutnya dibahas oleh tersangka AR, WG, dan MAN yang meminta biaya penanganan perkara dinaikkan menjadi tiga kali lipat atau sebesar Rp 60 miliar.
Alasannya perkara minyak goreng yang dikenakan kepada terdakwa korporasi tidak bisa diputus bebas namun dapat diupayakan agar ontslag.