Series Jejak Naga Utara Jawa (67) : Resep Asli Selatan di Petak Enam

Series Jejak Naga Utara Jawa (67) : Resep Asli Selatan di Petak Enam

WIJAYA CAHYA berfoto bersama tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa, Doan Widhiandono (kiri) dan Retna Christa di depan kedai Uncle Tjia's Kitchen.-Yulian Ibra-Harian Disway-

Kuliner Tionghoa banyak yang akhirnya membaur dengan cita rasa boga Nusantara. Tetapi, banyak juga resep asli yang masih bertahan turun-temurun. Ia tetap dicari oleh lidah-lidah yang merindukan keasliannya itu.
 
TIDAK mudah menentukan tempat makan di Petak Enam, tempat kuliner dan nongkrong di kawasan pecinan Glodok Pancoran. Pilihannya banyak banget. Sebagian besar menggugah selera. Apalagi bagi tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa yang cukup lapar, Minggu, 15 Januari 2023.

Kami pun fokus pada tujuan ekspedisi ini: mencari makanan Tionghoa. Tetapi yang betul-betul khas. Bukan Chinese food semacam mi goreng, fuyunghai, atau kwetiau. Kalau itu sih di mana-mana banyak. Mulai di gerobak dorong, kafe, atau resto kelas atas.

Dua lantai Petak Enam pun kami jelajahi. Sambil melirik gambar-gambar menu yang disajikan beberapa resto. Yang tidak menarik—walaupun semuanya menarik bagi perut kosong ini—langsung kami lewati.
 

Sampai akhirnya, resto—atau kedai—itu tampak. Kedai bersahaja dengan jendela bercat biru. Di atas ambang pintu ada papan dengan tulisan huruf bertipe chop suey. Atau wonton font. Bentuk stilasi dari goresan aksara mandarin. Tulisannya: Uncle Tjia’s Kitchen.

Bidang-bidang kaca jendela kedai itu tertutup gambar makanan yang dilaminating dan ditempel begitu saja. Dan menu itu sudah pasti khas Tionghoa. Bahan dasarnya daging babi. Pas. Tinggal pilih, pakai nasi atau mi.

Sesaat setelah kami duduk di meja depan kedai, lelaki berkacamata itu muncul. Membawa daftar menu. Menu kedai itu memang tak banyak pilihan. Tetapi, itu justru menjadi kekuatan.
 

’’Resep ini diwariskan oleh keluarga saya. Saya generasi kedua,’’ kata Wijaya Cahya, lelaki itu, setelah kami rampung makan. Ia dengan ramah meladeni kami ngobrol. Dan kebetulan, saat itu, hanya tim Harian Disway yang ada di kedai tersebut.

Wijaya, lelaki 60 tahun itu, cukup bersemangat menjelaskan pilihan menu kami. Sebab, itulah menu andalan mereka. Yakni, babi hong, cukiok, dan tung po yuk.

Wijaya adalah orang Tionghoa dari suku Hakka, yang mendiami kawasan selatan Tiongkok. Ayahnya baru hijrah ke Indonesia pada 1930-an. Tiga menu yang kami pilih pun khas wilayah selatan Tiongkok.

Tung po yuk, misalnya. Dalam bahasa mandarin, makanan ini disebut dong po rou (东坡肉). Ini adalah bagian perut babi yang dimasak dengan teknik braising. Atau menyemur. Daging itu direbus bersama kuah sampai empuk, sampai kuahnya tersisa sedikit. Sehingga, ia tidak kering. Cenderung lembap.
 

Babi hong yang lembut ini adalah salah satu menu andalan Uncle Tjia's Kitchen di Petak Enam.-Doan Widhiandono-Harian Disway-

Teknik yang sama juga dipakai untuk memasak cukiok. Bedanya, daging babi itu diambil dari bagian kaki. Nah, kalau babi hong punya cara pengolahan yang berbeda. Intinya, daging babi pada bagian perut diolesi bumbu lantas dikukus. Itu setelah daging itu digoreng dan dipresto sampai empuk. Dulu, untuk memasak sajian khas hari raya ini, perlu waktu 12 jam. Tetapi, dengan adanya pressure cooker, memasaknya ’’hanya’’ empat jam.

Cukiok di Uncle Tjia's Kitchen dimasak dengan resep asli generasi lawas.-Doan Widhiandono-Harian Disway-

Sekilas, tampilan dagingnya memang tidak begitu berbeda. Sama-sama cokelat kemerahan. Seperti daging kecap. Meskipun, tentu saja bahannya bukan cuma kecap. Ada aroma dan rasa rempah-rempah di situ.

Jadi, bumbunya apa? Tentu itu rahasia. Yang jelas, masih otentik. ’’Dari dulu resepnya sama. Cuma beda di arak merahnya. Pabriknya sudah tidak produksi. Saya cari yang rasanya sama, eh, ketemu,’’ ucap Veronica Lea, istri Wijaya. Perempuan 60 tahun itu diajari langsung oleh sang mertua.
 

Tung po yuk yang dimasak dengan teknik braising alias menyemur.-Doan Widhiandono-Harian Disway-

Sejatinya, Wijaya baru sembilan bulan berbisnis keluarga. Sebelumnya, ia pengusaha mebel. Pandemi-lah yang mengubah Wijaya menjadi pengusaha makanan. Awalnya, menu-menunya hanya dikirim ke tetangga yang memesan. Itu pun 10 hari sekali. Sekali kirim bisa 30-40 boks. Makin lama makin membeludak. Makin banyak lidah yang kepincut menu bikinan Veronica.

Bahkan, ada pelanggan yang rela datang dari Surabaya. Hanya untuk menikmati babi hong ala Veronica. Pelanggan itu datang sehari sebelum tim ekspedisi ini tiba.
 

Veronica Lea menyiapkan sajian di dapur kedai Uncle Tjia's Kitchen.-Doan Widhiandono-Harian Disway-

Saat ini, Uncle Tjia’s Kitchen baru punya sembilan menu. Kini, mereka sudah siap meluncurkan menu baru. Tentu tetap dengan resep khas keluarga.

Jika dibandingkan dengan bisnis makanan lain, boleh jadi kedai itu masih seperti bayi. Tetapi, resep yang mereka pakai terbukti bisa bertahan selama ratusan tahun. Lezaaat… (*)
 
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: