Catatan dari “Lautan Kreasi”, Pameran Tunggal Ariel Ramadhan: Empat Kaki yang Kokoh

Catatan dari “Lautan Kreasi”, Pameran Tunggal Ariel Ramadhan: Empat Kaki yang Kokoh

Seorang pengunjung menyimak karya Ariel Ramadhan dalam pameran yang dikuratori Arik S Wartono. -Anang Prasetyo-

HARIAN DISWAY - Ariel Ramadhan produktif melukis. Ia juga aktif berpameran. Khususnya pameran tunggal. Kali ini bertajuk Lautan Kreasi. Digelar di Kalcer Social Space, Surabaya, sejak 20 Mei.
 
Sebagaimana ombak lautan yang konsisten dan komitmen menggerakkan air laut, demikian pula Ariel dalam menjaga keduanya dalam kesenirupaan. Ariel ibarat bukan hanya air laut yang bergelombang pasang, tapi ada "kedalaman" jiwa yang menelusup ke lautan terdalam.
 
Saya melihat itulah sumber kekaryaan Ariel. Jika melihat secara meta visual, masuk ke dalam jiwa terdalam Ariel, niscaya Anda akan terasa apa yang disebut kurator ternama Jawa Timur Djuli Djatiprambudi, sebagai vibrasi.
 
Di tangan Ariel, lautan menjadi kreativitas yang dialektis. Dialog itu hingga kini seolah tak ada habisnya. Selalu ada kejutan dan vibrasi baru dalam karyanya. Selain warna-warna lukisannya yang membiru menghijau, Ariel demikian lihai memainkan paletnya. Ikut menari bersama gelombang pasang lautan.
Beberapa karya dalam pameran tunggal ke-4 Ariel Ramadhan berjudul Lautan Kreasi sejak Sabtu, 20 Mei 2023 di Kalcer Social Space, Surabaya. -Anang Prasetyo-

 
Di situlah kekuatan Ariel yang tampak pendiam. Namun, jiwanya yang bergemuruh layaknya gelombang lautan, menjadi sebuah elan vital yang bergelora di setiap karyanya. Inilah gelombang Lautan Kreasi Ariel. 
 
Pilihan tema lautan yang ia garap semenjak awal itu -menurut saya- lebih karena berkah ketaatan Ariel kepada orang tua dan gurunya. Setiap kali saya melihat Ariel, pada hakikatnya ia adalah materi training motivasi parenting hidup yang selalu saya sampaikan kepada anak dan orang tua. 
 
Hingga bacaan terhadap seorang Ariel tak lengkap jika tanpa menyertakan materi ini. Saya membedahnya untuk melengkapi integrasi keilmuan. Bukan semata ilmu seni rupa, tapi metarupa. Baik secara psikologis, neurologis, edukatif , sosioreligiusitas dalam diri Ariel adalah materi utama yang menjadi sumber kajian.
 
Saya menganalogikan manusia dengan sebuah kursi yang dapat berdiri kokoh, itu karena  ada empat kaki kursi.  Jika kursi kokoh berdiri, ditopang oleh empat kaki. Maka anak atau diri kita, dapat berdiri dengan kokoh sebagai manusia jika berdiri di empat kaki. Yakni diri sendiri, orang tua, guru dan lingkungannya. Ariel dalam konteks empat kaki kursi yang kokoh ini, memiliki keempatnya. 
Pameran hingga 31 Mei 2023 itu menampilkan 24 karya lukis-drawing media kertas dan kanvas dengan berbagai teknik: manual drawing, canting, print fotografi dan digital grafis, sapuan kuas dan pisau palet dan lain-lain. -Anang Prasetyo-

 
Pertama, ia dengan beberapa kekurangan yang ia miliki, tetap fokus kepada kelebihan yang Tuhan berikan. Ada hikmah man arofa nafsahu faqod arofa robbahu, barangsiapa mengenal dirinya (kelebihan dan kekurangan), niscaya ia akan mengenal Tuhannya.
 
Ariel semakin ke sini semakin menampakkan kelebihan yang ia miliki. Ia tidak fokus pada kekurangannya. Ia sudah berdamai dengan kekurangan yang ia miliki. Kedamaian hati dan jiwa Ariel inilah yang saya lihat. 
 
Kedua, Ariel memiliki orang tua yang komitmen menaungi kehidupannya dengan penuh kasih sayang. Bukan tuntutan demi tuntutan selayaknya orang tua yang memaksa anaknya untuk juara dalam lomba melukis. Banyak orang tua anak berkebutuhan khusus, tidak mau menerima kenyataan. Bahkan, maaf, ada yang meratap dan mengutuki nasibnya.
Pengunjung pameran tunggal Ariel Ramadhan yang digelar dalam rangkaian perayaan Bulan Menggambar Nasional 2023 bertema Gembira Menggambar. -Anang Prasetyo-

 
Benar Ariel menemukan dirinya melalui jalur seni rupa itu adalah anugerah Tuhan yang Maha Indah yang dimediumisasi oleh orang tuanya. Tapi ayahnya bagi saya sebagai guru dan trainer parenting serta terapis psikologis. Ia mampu menaklukkan halangan terbesar dalam prosesi mendidik anak.
 
Ia bercerita bagaimana suka dan dukanya. Di sisi lain itu melecut keilmuan (baca: mendidik adalah ilmu pengetahuan) yang membara. Itu berjalan tatkala Ariel masih kecil hingga beranjak remaja.
 
Ketiga, gurunya, Arik Wartono yang mampu menemukan kelebihan setiap anak didiknya dalam Sanggar Daun yang dikelola sejak sepuluh tahun silam. Arik adalah sosok guru dengan huruf G besar. Sebab ia mampu mendeteksi, mempelajari, dan secara intuitif mampu mengarahkan bakat besar Ariel di jalur kesenirupaan.
 
Tidak banyak guru seperti Arik. Sebab mafhumnya anak dalam sanggar, bisa dipastikan style monotype gambar atau lukisannya sama. Beruntung dan bersyukur Ariel memiliki guru seperti Ustaz Arik, panggilan anak Sanggar Daun kepadanya.
 
Ariel juga bertemu dengan guru-guru yang seniman. Salah satu guru di SD-nya, adalah teman seperjuangan saat saya menjabat kepala SDI Insan Kamil di Tuban. Mereka, para guru yang kreatif dan aktif dalam berkesenian. Maka pijakan dasar estetika dan artistika Ariel terbangun kokoh karena mereka.
 
Keempat adalah lingkungannya di Sanggar Daun. Ariel kini menjadi teman dan sahabat bahkan mentor setia bagi teman-temannya.
 
Inilah empat kaki itulah yang dimiliki Ariel. Sehingga dengan pijakan kokoh itulah Ariel mampu memiliki dan sekaligus mengolah gemuruh gelombang lautan menjadi karya seni yang kreatif, estetik, dan artistik penuh dengan semangat jiwa. Bahkan kini dengan gelombang lautan kreatif ini mampu menaklukkan apa pun.
 
Semoga proses penghantaran di tiga kaki kursi itu semakin menguatkan kaki Ariel untuk tegak dan berdiri dengan tegap sebagai seniman pelukis di tanah air yang mendunia. (Anang Prasetyo: guru seni, trainer parenting, perupa, pembina Komunitas Padhang Njingglang, tinggal di Tulungagung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: