Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (2) : Nikmati Atmosfer Seni di Alun-Alun Surabaya
BANGUNAN IKONIK Balai Pemuda yang sudah merentang zaman selama 116 tahun.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Siapkah Surabaya melayani para pelancong dalam hal wisata heritage? Tentu siap. Wartawan Harian Disway MOHAMAD NUR KHOTIB pun berkeliling ke berbagai sudut kota. Menjelajahi spot wisata sejarah. Berperan sebagai turis.
SAYA memilih titik awal paling mudah. Paling dekat kantor saya: halte Suroboyo Bus di depan rumah dinas Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Lalu lalang kendaraan di Jalan Walikota Mustajab itu cukup padat siang kemarin, Rabu, 4 Oktober 2023. Matahari seperti tepat di atas kepala.
Untung, di sepanjang jalur pedestrian cukup teduh. Dipayungi bayangan dari rindang pepohonan.
Halte itu saya bayangkan sebagai salah satu tempat pemberhentian yang dituju oleh para turis. Itulah salah satu titik yang bisa menjadi simpul penghubung berbagai bangunan dan kawasan bersejarah di pusat kota Surabaya.
Dari halte itu, sudah tampak gedung Balai Kota Surabaya, bangunan bergaya neo-klasik yang dirancang oleh arsitek kenamaan, Cosman Citroen. Gedung yang mulai beroperasi penuh pada 1927 itu sudah sangat memikat mata.
Tetapi, kali ini, saya memilih berjalan ke selatan. Sampai melewati ujung Jalan Ketabang Kali. Terus ke selatan…
BACA JUGA : Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (1): Momentum Kebangkitan Wisata Heritage
BACA JUGA : Festival Seni Balai Pemuda 2023 Ajak Pengunjung Membeli Lukisan 200 Ribuan
Tak sampai 10 menit, saya sudah tiba di jalur penyeberangan di depan gedung DPRD Surabaya.
Di situ, saya bertemu sejumlah pejalan kaki lain. Dan ternyata, kami menuju tempat yang sama: gedung Balai Pemuda. Di kompleks Alun-Alun Surabaya.
Makin dekat lokasi, sudah tampak para pengunjung lain berduyun-duyun masuk ke lorong serba kaca.
Para pengunjung pun dibawa turun dengan travelator. Dan di bawah tanah itulah alun-alun tersebut berada.
ATMOSFER LEGA di dalam alun-alun yang terletak di bawah tanah. Di sini terpajang berbagai cuplikan sejarah gedung Balai Pemuda.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Alun-alun itu cukup epik. Diresmikan tepat di tengah-tengah pandemi. Tepatnya, 17 Agustus 2020. Dan keberadaannya makin melengkapi gedung Balai Pemuda. Menjadi kian elegan. Tetap bisa merentang zaman tanpa jadi ketinggalan zaman.
Alun-alun itu bahkan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah favorit anak-anak muda di jantung kota. Dan yang datang bukan hanya wisatawan murni. Di lorong pintu masuk itu, misalnya, terlihat sejoli yang memanfaatkan interior gedung untuk sesi pemotretan pre-wedding.
Bisa jadi, di hati mereka tersemat doa agar pernikahan mereka langgeng. Seperti Balai Pemuda yang tetap bertahan meski sudah berusia lebih dari seabad.
Arsitektur alun-alun bawah tanah itu memang begitu modern. Cukup luas. Didesain dengan gaya refleksi. Atapnya bak cermin yang memantulkan bayangan benda-benda dan aktivitas pengunjung.
"Baru sekali ini ke sini. Bagus sekali. Enak, sejuk. Nggak pernah lihat yang seperti ini," kata Amelia Ajib, pengunjung yang jauh-jauh datang dari Cibubur. Dia bersama sang cucu diajak saudaranya, Wahyu Endah, warga Sidoarjo.
Mereka tidak membawa kendaraan pribadi. Melainkan naik Suroboyo Bus. Turun langsung di halte Walikota Mustajab. Perjalanannya tidak sampai satu jam dari Sidoarjo.
Amelia tak hanya terkesan dengan interior alun-alun bawah tanah. Tetapi juga benda-benda lawas yang terpajang di sana. Yang paling menarik, katanya, meja cokelat gelap lengkap dengan empat kursi di sekelilingnya.
“Jadi tahu sejarah secara langsung. Ternyata ini dulu tempat kumpul orang-orang sosialita kolonial,” tuturnya.
Ya, satu set meja makan itu datang dari era 1907-an. Pernah digunakan oleh orang-orang komunitas Eropa dan Belanda. Sebagai teman untuk berpesta dan dansa di Balai Pemuda. Yang dulu bernama Simpangsche Societeit tersebut.
BACA JUGA : Dekatkan Maba dengan Budaya, Fikom UKWMS Gelar PPKMB di Balai Pemuda
Amelia baru tahu setelah membaca sekilas info sejarah pada kertas kecil yang tertempel di meja makan itu. Juga melihat foto-foto sejarah Balai Pemuda yang dipamerkan di sana. Benda-benda itu seolah menjadi saksi bisu sejarah.
Baginya, tempat-tempat seperti itu harus diperbanyak. Sebab bisa menjadi tempat edukasi bagi generasi mendatang. "Ini media yang pas untuk mengenalkan sejarah kepada cucu. Kami tadi sudah keliling di Balai Pemuda. Sayang, ruangannya tutup semua," jelasnya.
LUKISAN AMPAS KOPI ditunjukkan oleh Tyo Ampas Kopi kepada Harian Disway, Rabu, 4 Oktober 2023.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Di pojok dekat toilet, ada yang menarik. Para pengunjung mengelilingi lapak lukisan. Ratusan lukisan itu dijajakan di atas meja setengah melingkar.
Ada lukisan bunga-bunga, burung, gunung, dan tokoh-tokoh nasional. Ukuran bingkainya pun macam-macam. Dari yang terkecil 10 cm x 10 cm hingga yang paling besar 21 cm x 30 cm.
Harganya relatif murah. Dari Rp 50 ribu sampai Rp 350 ribu. Yang terbesar adalah lukisan rajawali yang dipajang dengan spanram, kayu pembentang kanvas. Berukuran sekitar 50 cm x 30 cm.
"Ini medianya pakai ampas kopi," ujar si pelukis, Sulistyono. Lelaki asal Wonokusumo itu biasa dipanggil Tyo Ampas Kopi. Itu karena keahliannya melukis dengan ampas kopi.
Gambar-gambar yang dilukis pun sangat Surabaya. Berjajar puluhan lukisan bangunan-bangunan bersejarah. Seperti Balai Pemuda, Oranje Hotel, hingga logo Suro dan Boyo.
Tyo kerap melapak sehari-hari di alun-alun bawah tanah. Pendapatannya tak mesti. Tetapi, paling laris saat akhir pekan dan masa libur sekolah. Lukisan-lukisan itu untuk cenderamata para pengunjung.
Biasanya, kata Tyo, pengunjung luar kota banyak yang order lukisan khusus. Misalnya, gedung Siola dan Jalan Tunjungan. "Kalau permintaan khusus kayak gitu, harganya juga khusus," candanya.
Hari sudah hampir sore. Saya pun melanjutkan keliling sekitar Balai Pemuda. Mencocokkan literasi sejarah di alun-alun bawah tanah dengan realita.
Wisata sejarah yang asyik itu tak membuat lelah. Tetapi, rasa haus tak bisa dibohongi. Di seberang, saya tuntaskan dahaga di kedai es krim legendaris: Zangrandi. Kedai itu sudah memuaskan dahaga orang sejak 1930.
Ya, kawasan itu benar-benar menjadi one stop heritage destination yang apik… (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: