Sejarah Hari Pahlawan: Kronologi Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya

Sejarah Hari Pahlawan: Kronologi Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya

Mobil yang ditumpangi A.W.S. Mallaby rusak akibat granat yang menewaskan A.W.S. Mallaby di depan Gedung Internatio pada 30 Oktober 1945. -IST-Sindonews

HARIAN DISWAY - Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya menjadi salah satu peristiwa terbesar dan heroik selama perang revolusi kemerdekaan Indonesia. Saking hebatnya pertempuran ini, peristiwa tersebut menjadi dasar penetapan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November.

Peristiwa tersebut melibatkan pertempuran yang terjadi antara pasukan Sekutu dari Inggris dan arek-arek Suroboyo dengan dukungan dari pihak luar Surabaya terutama para santri.

Latar Belakang Peristiwa 10 November 1945

Penyebab terjadinya peristiwa 10 November 1945 berawal dari kedatangan pasukan Sekutu bernama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) pada 25 Oktober 1945. Kedatangan mereka juga dibarengi dengan aparatur sipil Hindia Belanda atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA).

Tujuan mereka datang ke Surabaya adalah mengamankan para tawanan perang dan melucuti senjata Jepang. Kedatangan mereka melalui jalur laut dengan mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak.

BACA JUGA: Mixture Coastal Batik Festive, Pameran Batik Tulis di Wisma Jerman

Mereka datang dengan membawa pasukan sekitar 4000-an tentara yang terdiri atas batalyon Mahratta dan Rajput dari Brigade India Inggris ke-49 pimpinan Brigadir (Jenderal) Aubertin Walter Sothern (A.W.S.) Mallaby.

Saat tiba di Surabaya, mereka langsung mendirikan pos pertahanan di beberapa wilayah Surabaya. Misalnya, Pangkalan Udara Perak, kamp tahanan Darmo, Rumah Sakit Simpang, dan sekitarnya. Tindakan tersebut menjadi tanda awal peperangan akan terjadi.

Tidak hanya itu, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn—yang membawahi Brigade 49 pimpinan Mallaby—mengirimkan satu pesawat dari Jakarta ke Surabaya dengan menebarkan pamflet-pamflet pada 27 Oktober 1945.

Isi pamflet itu menyatakan bahwa pasukan Sekutu akan menguasai semua kota besar di Jawa. Melalui pamflet tersebut, Hawthorn juga menegaskan bahwa hanya pasukan Sekutulah yang boleh membawa senjata.

Seluruh pihak selain pasukan Sekutu wajib menyerahkan senjatanya dalam kurun waktu 48 jam. Jika ada pihak yang melanggar perintah tersebut, mereka akan ditembak mati di tempat.

Edaran pamflet tersebut langsung mendapatkan amarah dari arek-arek Suroboyo. Alhasil, pertempuran pertama terjadi di Surabaya pada hari yang sama sekitar pukul 2 siang. Pasukan Sekutu dikepung oleh 2.000 tentara Indonesia dan 140-an ribu massa pemuda.

Pertempuran tersebut terjadi selama tiga hari, dari 27-29 Oktober 1945 setelah pihak Indonesia dan pihak Inggris sepakat melakukan gencatan senjata. Namun, gencatan senjata tersebut tidak berlangsung lama.

Setelah kesepakatan bersama tersebut, Mallaby hendak mengumumkan kabar gencatan senjata dengan melakukan pawai mobil. Namun saat hendak menyampaikan tersebut, A.W.S. Mallaby terjebak di depan Gedung Internatio akibat kerumunan massa.

BACA JUGA: Pesawat Berisi Bantuan Kemanusiaan Bagi Warga Palestina Diberangkatkan

Saat berhenti di depan gedung tersebut, seseorang menembak dan melempari granat yang menghancurkan mobilnya hingga membuat A.W.S. Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945 waktu malam hari.

Ultimatum 10 November 1945


Pasukan Inggris ketika tiba di Surabaya pada 1 November 1945. -Republika-

Kematian A.W.S. Mallaby memicu pihak Inggris marah kepada Indonesia. Untuk itu, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh—pengganti Jenderal Mallaby—mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 kepada masyarakat Surabaya.

Berikut isi ultimatumnya:

1.   Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri.

2.   Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris.

3.   Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.

Semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus memenuhi persyaratan tersebut selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan.

Jika mereka tidak memenuhi isi ultimatum tersebut, Surabaya akan digempur dari darat, laut, dan udara dari pihak Inggris.

BACA JUGA: Polres Pacitan Bersama Komite Komunikasi Digital Ajak Media Ciptakan Pemilu Damai

Tentu saja, arek-arek Suroboyo tidak menaati isi semua ultimatum tersebut. Alhasil, pertempuran 10 November 1945 terjadi di Surabaya.

Puncak Peristiwa 10 November 1945


Para pejuang Indonesia dalam pertempuran 10 November 1945. -Republika-

Pertempuran hebat dimulai pada pukul 06.00. Meriam kapal Sekutu dan ratusan mortir mulai membombardir Surabaya sampai pukul 09.00.

Dalam pertempuran ini, Mansergh mengerahkan sekitar 24-30 ribu tentara Sekutu yang mayoritas adalah tentara Inggris-India beserta puluhan tank dan pesawat tempur.

Sekitar pukul 09.30, Bung Tomo membakar semangat para pejuang Indonesia yang hadir di Surabaya. Pidato ini juga disiarkan di Radio Pemberontakan Rakyat Indonesia dan disebarluaskan secara masif.

Para pejuang Indonesia tersebut meliputi arek-arek Suroboyo, para santri dari luar daerah Surabaya, dan pihak lain seperti TKR dan Laskar Hizbullah.

BACA JUGA: Polri Akan Bangun SMA Taruna Bhayangkara di Gunung Sindur, Bogor

Pertempuran hebat ini berlangsung secara hebat sekitar tiga minggu. Pertempuran dinyatakan berakhir pada 2 Desember 1945 ketika pasukan pejuang Indonesia membentuk garis pertahanan baru di sekitar Mojokerto.

Dampak Peristiwa 10 November 1945

Pertempuran ini menimbulkan beberapa dampak dari kedua belah pihak. Dari pihak Inggris, mereka kehilangan dua jenderal, yaitu A.W.S. Mallaby dan Robert Guy Loder-Symonds (tewas saat menaiki pesawat yang ditembak jatuh).

Pihak Inggris memperoleh korban jiwa sekitar 600-2.000 tentara, sedangkan pihak Indonesia memperoleh korban jiwa sekitar 6.000-16.000 pejuang Indonesia dalam pertempuran hebat ini.

Pertempuran 10 November 1945 juga membuat pihak Sekutu tidak dapat menyepelekan kekuatan Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat ketika Inggris justru menyokong perundingan Belanda-Indonesia dalam penyelesaian konflik 1946.

Meskipun tidak berhasil melahirkan kesepakatan, perundingan tersebut menunjukkan bahwa Inggris secara politik mengakui eksistensi Republik Indonesia. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber