Masuk Taman Nasional Meru Betiri bersama MBSC XXIV (1): Mobil Mbeleduk di Tol

Masuk Taman Nasional Meru Betiri bersama MBSC XXIV (1): Mobil Mbeleduk di Tol

Tenda-tenda yang ditempati oleh 65 peserta Meru Betiri Service Camp (MBSC) XXIV di Muara Mbaduk, Banyuwangi pada malam hari. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-

Betul, sebab mobil Dhona matic. Jika mesin pecah, maka otomatis ban mobil depan akan terkunci. Dalam kecepatan tinggi, itu bisa menyebabkan mobil terbalik atau berputar tak tentu arah.

Apalagi jika pengemudi panik dan membanting setir. Maka potensi terbaliknya mobil menjadi lebih besar. Belum lagi benturan dengan dinding tol atau kendaraan lainnya. Itu bisa sangat gawat bahkan mengancam nyawa.

Jadi kami perlu bersyukur. Sebab kerusakan itu cepat diketahui dan kami bisa segera menepikan mobil. Itulah kuasa dan kebaikan Tuhan yang dapat kami rasakan.

Kedua petugas mengikat bagian bawah, kemudian menderek mobil hingga keluar pintu tol Grati, Pasuruan. Berhenti di pinggir jalan yang aman, di depan deretan warung-warung makan. 

Dua petugas yang berbaik hati memanggil salah seorang pemilik bengkel mobil setempat. Namanya Pak Nur. Ia melakukan pengecekan dan berkesimpulan bahwa blok mobil itu pecah. Harus turun mesin. 

Stang seeker yang harusnya ada empat, tinggal tiga karena mesinnya pecah. Blok dalam mesin adalah wadah percampuran oli dan berbagai komponen penggerak mobil. Sehingga saat pecah, oli bercampur bensin dan lain-lain berhamburan.

Dhona memilih untuk menyewa derek swasta. Membawa mobilnya dari Pasuruan ke Surabaya, ke bengkel langganannya. Karyawan derek itu datang setelah lebih dari 1 jam kami menunggu. Ia menaikkan mobil Dhona ke atas truk derek tersebut. 

Usianya masih muda. Tapi ia sudah ahli menangani derek-menderek. Kami sempat menawarinya makan di warung depan. Tapi ia memilih pesan minum saja. Setelah diteguk, ia bergegas berangkat ke Surabaya. 

Heti memutuskan menyewa mobil di persewaan terdekat. Dengan mobil itu, kami berangkat ke Banyuwangi. Perjalanan kurang 5 jam lagi. Maka bisa ditebak, kami akan sampai pada sore hari, jelang Maghrib.

Kami melewati jalur Probolinggo. Melihat dua gunung yang berdekatan: Semeru dan Bromo. Terus melaju hingga masuk ke Jember. Setelahnya, terdapat hutan atau alas Gumitir. Hutan yang luas dan panjang. 

Setelah melalui Hutan Gumitir, kami melewati jalan alternatif ke arah barat. Pemandangan asri di kanan-kiri serta perbukitan hijau. Matahari mulai tenggelam. Sekitar 5-10 kilometer sebelum sampai ke tujuan, matahari telah tenggelam sepenuhnya. Pepohonan rimbun dan perbukitan di kanan-kiri hanya terlihat bayangannya.

BACA JUGA: Sarhunta Borobudur, Alternatif Penginapan Murah Dekat Kawasan Wisata Magelang

Sekitar pukul enam sore, kami sampai di Muara Mbaduk. Papan kayu petunjuk serta jalan berpasir. Cukup berdebu sehingga kami menutup kaca mobil. Kami bergerak menuju posisi camp kawan-kawan MBSC yang berada di ujung.
Papan petunjuk pintu masuk Muara Mbaduk yang terprotret saat malam hari. Tanah di kawasan itu berpasir. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-

Tenda-tenda berdiri. Kami disambut kawan-kawan MBSC. Makan bersama sembari bercengkerama. Di ujung kiri terdapat tenda-tenda. Bendera-bendera komunitas PA terpampang berjajar mengapit photobooth yang memajang logo MBSC

Dari tempat kami bercengkerama, bayang bukit-bukit dan suara ombak laut terdengar jelas. Kegiatan terus berjalan. Bahkan pukul 9 malam, mereka bersiap melakukan observasi tempat penyu bertelur. Itu ada di sepanjang garis Pantai Muara Mbaduk hingga Rajekwesi, Sarongan. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: