Etik Ndasmu
Ilustrasi capres Prabowo Subianto.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
NDAS atau endas, artinya kepala, menempati posisi khusus dalam tradisi budaya Jawa. Sebutan ”NDAS” terasa kasar, dan kemudian diperhalus dengan ”sirah” dalam bahasa Jawa dialek Jawa Tengah.
Menyebut ”ndasmu” dalam percakapan dengan seseorang yang sama-sama akrab mungkin bisa disebut sebagai candaan. Namun, menyebut ”ndasmu” kepada seseorang yang menjadi rival –apalagi rival politik– tentu tidak bisa disebut sebagai candaan.
Budaya Jawa sangat menghormati ”ndas” dan menempatkannya dalam posisi nyaris sakral. Bagi budaya Barat, menyentuh dan bahkan meremas bagian kepala adalah hal yang lumrah. Bahkan, hal itu dianggap sebagai ekspresi untuk menyatakan kebanggaan kepada si empunya kepala.
BACA JUGA: Relevankah Debat Cawapres?
Setiap bangsa mempunyai tabu tersendiri terhadap bagian badan. Dalam Islam, seorang laki-laki tidak boleh menyentuh perempuan lain yang bukan mahram. Dalam budaya Arab, sesama lelaki boleh menyentuh jenggot dan mengelus-elus sebagai tanda persahabatan. Namun, tradisi Arab tidak memperbolehkan sesama lelaki menyentuh pantat.
Di Indonesia (baca: Jawa) menyentuh kepala adalah tindakan tabu. Alasannya bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa kepala adalah bagian paling penting sehingga tidak boleh disentuh sembarangan. Ada yang mengatakan bahwa kepala adalah bagian yang skral dari anatomi tubuh manusia. Sebab, waktu seseorang lahir, kepalanya keluar terlebih dahulu.
Penjelasan ini bukan penjelasan ilmiah-rasional, tetapi lebih sebagai penjelasan budaya yang spekulatif. Kalau kepala menjadi sakral karena menongol terlebih dahulu saat dilahirkan, bagaimana dengan bayi yang lahir sungsang? Bagaimana pula dengan bayi yang lahir melalui operasi caesar? Pertanyaan retoris semacam itu sulit dijawab.
BACA JUGA: Dies Etis
Seorang teman bule yang sudah sangat akrab dengan budaya Jawa membuat penjelasan yang kocak mengenai sakralitas kepala bagi orang Jawa. Menurut si bule, orang Jawa tidak suka dipegang kepalanya karena otaknya lemah, takut terlepas.
Tentu ini penjelasan humor yang sarkastis. Manusia Jawa yang sering irasional karena percaya kepada mistik dan takhayul dibilang lemah otak sehingga otaknya gampang copot kalau disentuh di bagian kepala.
Kepala atau ndas menempati posisi spesial dalam budaya Jawa. Karena itu, menyebut ”ndasmu” adalah tindakan kasar. Bahkan, kalau empan-papannya tidak tepat, tindakan itu bisa dianggap tidak berbudaya.
BACA JUGA: Rezim Asam Sulfat
Kasus penyebutan ”ndasmu” oleh Prabowo terhadap Anies dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas, tidak proporsional, karena sekarang Prabowo berada pada posisi yang sejajar dengan Anies, sebagai sesama calon presiden.
Prabowo boleh saja merasa lebih superior terhadap Anies dan berusaha mendegradasikan posisi Anies. Namun, menyebut ”ndasmu” tetaplah tidak pantas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: