Capres Bervisi Memberantas Korupsi

Capres Bervisi Memberantas Korupsi

Ilustrasi capres bervisi memberantas korupsi. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Korupsi berawal saat Kementerian Dalam Negeri pada 2009 mengajukan anggaran untuk Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP). Salah satu komponen SIAP adalah nomor induk kependudukan (NIK) untuk pembuatan KTP-el yang ditarget selesai tuntas pada 2013. 

Proyek KTP-el bertujuan memperbaiki sistem data kependudukan. Sejak lelang proyek dimulai 2011 sebenarnya sudah tercium penggelembungan dana. Kasus korupsi KTP-el terungkap berdasar informasi dari mantan bendahara sebuah parpol yang merupakan tersangka korupsi.

KPK kemudian mengusut kolusi sistemik yang dilakukan PNS, pejabat BUMN, wakil rakyat, dan pengusaha dalam pengadaan KTP-el di periode 2011-2012. 

BACA JUGA: Kampanye Di Manado, Capres Nomor Urut 02 Rela Berhujan-hujanan Dengan Masyarakat

Akibat tindak korupsi dan kolusi itu, negara rugi besar, mencapai Rp 2,3 triliun. Sejumlah nama tokoh terseret dalam kasus tersebut.

Pengusutan lebih intensif berbuah manis karena juga mampu mengungkap modus korupsi dalam pengadaan KTP-el. Modus korupsi terkait suap guna memuluskan proyek ditunjang dengan upaya sengaja menaikkan harga satuan (mark-up) jauh di atas harga wajar di pasaran.

Pelajaran dari kasus KTP-el memantik pengawasan lebih intensif terhadap proyek yang dibiayai anggaran negara sebagai prioritas pengawasan. Pengawasan intensif dengan segala cara, termasuk menggunakan teknologi, harus hati-hati karena di dalamnya ada anomali.

BACA JUGA: Soal Komitmen terhadap Kaum Disabilitas, Ini Jawaban 3 Capres dalam Debat Terakhir

ANOMALI TEKNOLOGI

Pengawasan terhadap berbagai proyek yang berpotensi dikorupsi bisa dengan memanfaatkan teknologi. 

Namun, keefektifan pengawasan justru melemah akibat asumsi hasil penilaian ”bersih” terhadap setiap proyek karena teknologi. Padahal, melekat dalam penggunaan teknologi ada anomali.

Sesuai prinsip sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE), semua fungsi pemerintahan harus berbasis digital. 

Dalam pengadaan, misalnya, ada layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) untuk memutus direct relation pejabat dengan pihak ketiga. Meski interaksi diputus, korupsi bidang pengadaan ternyata lebih kompleks.

BACA JUGA: Ditanya Soal Gaji Guru yang Rendah, Begini Solusi Ketiga Capres 2024

Kompleksitas korupsi di pengadaan akibat proses panjang terdiri atas berbagai tahapan yang rawan memicu korupsi. Proses pengadaan meliputi perencanaan anggaran, persiapan, pelaksanaan, serah terima pekerjaan, pembayaran, serta pengawasan dan pertanggungjawaban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: