Setelah Hapus Presidential Threshold, MK Beri Panduan Supaya Paslon Pilpres Tak Terlalu Banyak
Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan terkait gugatan presidential threshold.-MKRI-
HARIAN DISWAY - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus aturan presidential threshold yang selama ini membatasi jumlah calon presiden dan wakil presiden.
Namun, untuk menjaga kualitas demokrasi dan mencegah terlalu banyaknya pasangan calon, MK mengingatkan agar ada pengaturan yang membatasi jumlah capres-cawapres pada pilpres mendatang.
Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan, meskipun norma presidential threshold telah dinyatakan inkonstitusional, Indonesia sebagai negara dengan sistem presidensial yang tumbuh dalam kerangka sistem kepartaian majemuk tetap harus memperhitungkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sama dengan jumlah partai politik peserta pemilu.
BACA JUGA:Alasan MK Hapus Presidential Threshold, Berikut Poin Pentingnya!
Dalam revisi UU Pemilu, pembentuk undang-undang diharapkan dapat mengatur agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak terlalu banyak.
Sebab, terlalu banyak pasangan calon berpotensi merusak esensi pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.
Mahkamah menilai, meski banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden, hal tersebut belum tentu memberikan dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia.
BACA JUGA:Presidential Threshold Dihapus, Pilpres 2029 Bisa Lebih Banyak Paslon
Rekayasa Konstitusional
Dalam putusannya, Mahkamah juga memberikan panduan bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional guna mencegah munculnya jumlah pasangan calon yang terlalu banyak.
Panduan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Pengusulan pasangan calon tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
- Dalam mengusulkan pasangan calon, partai politik peserta pemilu dapat bergabung, namun gabungan tersebut tidak boleh menyebabkan dominasi yang membatasi pilihan pemilih.
- Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon akan dikenai sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
- Proses perubahan UU Pemilu harus melibatkan partisipasi semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan pemilu, termasuk partai yang tidak memperoleh kursi di DPR, dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, serta hak memperjuangkan diri secara kolektif.
Dalam putusan itu, terdapat dua hakim konstitusi yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: