Bahasa sebagai Pembentuk Peradaban (1): Alat Berpikir, Gagasan, dan Bangunan Monumental
ILUSTRASI Bahasa sebagai Pembentuk Peradaban (1): Alat Berpikir, Gagasan, dan Bangunan Monumental.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BANGSA INDONESIA memperingati bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa dan Sastra. Bulan Bahasa menjadi sarana untuk merenungkan tentang makna dan peran bahasa dalam membentuk konteks berbangsa dan pembentukan peradaban. Rene Descartes, filsuf ternama dari Prancis, mengatakan bahwa cogito ergo sum, ’saya berpikir maka saya ada’.
Sebagai seorang filsuf yang aktivitas kesehariannya merenung dan berpikir, wajar jika Descartes mengatakan hal tersebut. Namun, menurut saya, berpikir saja tidak cukup untuk menunjukkan keberadaan manusia.
Manusia memerlukan alat untuk mempertontonkan aktivitas berpikirnya sehingga diketahui manusia yang lain. Satu-satunya alat untuk mempertontontan aktivitas berpikir adalah bahasa.
Dengan demikian, perkataan Descartes perlu dimodifikasi menjadi saya berpikir dan berbahasa, maka saya ada. Tidak ada manusia yang tidak berbahasa, sekalipun bahasa simbol. Manusia dan bahasa adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Sebab, semua aktivitas manusia pasti menggunakan bahasa sebagai alatnya.
Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, eksistensi manusia hanya bisa diketahui manusia yang lain karena penggunaan bahasa. Dalam lingkup yang lebih luas, terbentuknya peradaban dunia juga disebabkan adanya bahasa.
Bahasa sekaligus merupakan bagian dari peradaban itu sendiri. Eksistensi peradaban dunia juga ditopang bahasa sehingga ketika bahasa berangsur-angsur ditinggalkan pendukungnya, peradaban yang ditopangnya akan ambruk dan menghilang.
Ibnu Khaldun, seorang pemikir untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora dari Timur Tengah dalam bukunya yang berjudul Mukaddimah, mengemukakan bahwa wujud dari peradaban salah satunya adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti kimia, fisika, astronomi, kedokteran, geometri, aritmatika, dan optik.
Maju mundurnya suatu peradaban sangat bergantung pada maju mundurnya ilmu pengetahuan. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan adalah jantung dari peradaban.
Ilmu pengetahuan adalah pembeda antara manusia dan makhluk yang lain. Pada hakikatnya, manusia memiliki persamaan dengan semua makhluk hidup. Misalnya, punya perasaan, bergerak, makan, dan bertempat tinggal.
Namun, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir yang memberikan petunjuk kepadanya, mendapatkan mata pencaharian, bekerja sama antar sesama, menjalankan perintah Tuhan, serta menjalankan berbagai kegiatan kebaikan.
Hampir semua aktivitas manusia dilakukan dengan berpikir sehingga apa yang dilakukan akan menghasilkan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Aktivitas berpikir yang terus berlanjut akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang kemudian diajarkan kepada sesama.
Dengan demikian, menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan sesuatu yang natural bagi manusia.
Ilmu pengetahuan memiliki turunan dalam bentuk yang beragam. Salah satunya adalah benda-benda yang bersifat arkeologikal sebagai karya seni monumental dan penanda zaman.
Di berbagai belahan dunia yang merupakan pusat-pusat peradaban dunia, berdiri berbagai bangunan megah yang dikenang sampai saat ini. Tidak mungkin bangunan-bangunan megah tersebut berdiri tegak tanpa ditopang pengetahuan tentang fisika, matematika, dan seni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: