Memitigasi Middle Income Trap Melalui Orkestrasi Kebijakan Strategis

Memitigasi Middle Income Trap Melalui Orkestrasi Kebijakan Strategis

ILUSTRASI Memitigasi middle income trap melalui orkestrasi kebijakan strategis.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Jusuf Kalla Kritik Kebijakan Anggaran Pendidikan: Menteri Seharusnya Punya Latar Belakang Ahli Pendidikan

BACA JUGA:Dua Kebijakan Baru Kominfo Untuk Berantas Judi Online

Bahkan, jika daya beli kelas menengah menurun, itu dapat memaksa mereka untuk berpindah ke calon kelas menengah atau rentan, sehingga mengurangi peran mereka sebagai kontributor pajak dan sebaliknya, meningkatkan ketergantungan mereka pada dukungan fiskal.

Dalam kurun sepuluh tahun pemerintahan Joko Widodo, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stagnan di kisaran 5 persen per tahun. Tidak hanya stagnan, pertumbuhan ekonomi hanya berbasis hasil alam. 

Di bidang industri, pemerintah memprioritaskan pembangunan peleburan mineral yang juga berbasis hasil alam. Hal tersebut berlangsung dengan mengabaikan perbaikan iklim investasi di industri pengolahan atau manufaktur yang lebih kuat yang seharusnya dapat mendorong penciptaan lapangan kerja dan perbaikan produktivitas. 

BACA JUGA:Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

BACA JUGA:Optimisme Kebijakan Ekonomi Kabinet Prabowo-Gibran

Dalam lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah turun dari 21 persen menjadi 17 persen karena PHK di berbagai sektor. Pelonggaran sektor impor untuk komoditas industri padat karya membuat produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan barang murah dari luar negeri, seperti serbuan barang impor murah dari Tiongkok. 

Sebaliknya, kenaikan nilai investasi hanya dinikmati pengusaha karena terkonsentrasi pada sektor industri hulu yang padat modal, terutama sektor pertambangan. Hilirisasi sumber daya mineral tidak diikuti industri turunan yang mengandung nilai tambah lebih besar.

Terdapat sejumlah faktor utama sebagai penyebab MIT muncul. 

Pertama, kurangnya riset dan pengembangan terhadap sektor manufaktur yang realitasnya selama ini cenderung bergantung pada kegiatan yang masih tradisional serta penggunaan teknologi konvensional.

BACA JUGA:Gibran Ingin Indonesia Keluar dari Middle Income Trap, Ini Beberapa Faktor Penyebab Jebakan Pendapatan Menengah

Kedua, birokrasi yang inefisien dan ”mahal” yang sangat memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, birokrasi yang mudah dan tidak berbelit akan turut membantu kemudahan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. 

Sayang, di negara dengan middle income trap, antara birokrasi dan pertumbuhan ekonomi cenderung mengalami ketidakseimbangan yang sangat kontras. Ketidakseimbangan birokrasi itu tidak hanya terjadi di internal di mana terjadinya akuntabilitas yang buruk seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Akan tetapi, terjadi juga pada birokrasi eksternal seperti kebijakan yang meliputi perjanjian dengan pihak asing atau internasional. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: