Kisah Jurnalis Foto Merekam Tragedi Tsunami Aceh, Dua Dekade Silam (1): Tak Pernah Bayangkan Dahsyatnya Bencana
Jurnalis Foto Harian Disway Boy Slamet saat bertugas di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh, dua dekade silam.-Boy Slamet/Harian Disway-
Hari ini, 20 tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004, gelombang tsunami menerjang Aceh. Itu menjadi peristiwa yang paling memilukan bagi masyarakat Serambi Makkah hingga kini. Termasuk bagi Boy Slamet, jurnalis foto Harian Disway. Ia meliput langsung bencana mahadahsyat tersebut
-----
HARI itu, 27 Desember 2004, tugas besar langsung menghampiri Boy Slamet yang kala itu masih bekerja di surat kabar Jawa Pos. Boy harus terbang ke Aceh. Meliput gempa 9,3 skala richter yang menyebabkan tsunami dahsyat di tepian Samudera Hindia.
Usianya masih 32 tahun ketika itu. Masih sekitar dua tahun meniti karir sebagai pewarta foto. Jiwa mudanya—juga jiwa jurnalisnya—pantang menolak. Langsung berangkat!
Boy mungkin belum bisa membayangkan sedahsyat apa bencana itu. Gambar-gambar dari Aceh masih terbatas. Belum ada media yang benar-benar masuk ke Aceh. Video-video amatir juga masih belum sampai ke stasiun televisi swasta di Jakarta.
Media sosial? Facebook masih berumur 10 bulan. Instagram belum lahir. TikTok apalagi.
Boy berangkat dari Surabaya pada Senin pagi, 27 Desember 2004. Pria kelahiran Semarang, 23 Juni 1972, tersebut mampir ke Jakarta. Ia berangkat bareng reporter yang sudah menunggu di Bandara Soekarno Hatta. Namanya: Jaka Susila.
Berdua, mereka menuju Medan. Itu adalah persinggahan terakhir sebelum menuju Aceh lewat jalur darat. Tak ada penerbangan ke Serambi Makkah itu. Gempa merusak segalanya.
BACA JUGA:Tragedi di Aceh Tengah, Satu Keluarga Tewas Tertimbun Tanah Longsor
"Di Medan, kami menyewa mobil, melewati jalur darat. Hanya berdua dengan Jaka Susila. Menuju Lhokseumawe, Aceh," tutur Boy, Rabu, 25 Desember 2024.
Setibanya di Lhokseumawe, Boy dan Jaka bertemu dengan jurnalis dari berbagai media. Mereka akhirnya bersepakat untuk berangkat ke Banda Aceh pukul 02.00 dini hari, pada Selasa, 28 Desember 2004. Mereka tiba di Banda Aceh sekitar pukul 8.00 WIB.
Di sepanjang perjalanan dari Lhoksumawe menuju Banda Aceh, bau anyir mengambang di udara. Bahkan, saat jendela mobil ditutup sekalipun, aroma itu menusuk hingga ke hidung.
Saat mengingat kembali peristiwa mengerikan itu, Boy masih tidak menyangka bencana sedahsyat itu bisa menimpa Aceh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: