Kisah Jurnalis Foto Merekam Tragedi Tsunami Aceh, Dua Dekade Silam (1): Tak Pernah Bayangkan Dahsyatnya Bencana

Kisah Jurnalis Foto Merekam Tragedi Tsunami Aceh, Dua Dekade Silam (1): Tak Pernah Bayangkan Dahsyatnya Bencana

Jurnalis Foto Harian Disway Boy Slamet saat bertugas di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh, dua dekade silam.-Boy Slamet/Harian Disway-

"Yang saya kaget, kapal-kapal ada di tengah kota. Tepatnya di Hotel Medan, Banda Aceh. Saat itu, ribuan mayat sudah bergelimpangan di jalan. Di sana baru saya tahu, ternyata bencananya sebesar itu," katanya.

Boy ingat betul. Mayat-mayat tergeletak di atap mobil, di dalam puing-puing rumah yang hancur, di tepian jalan, di pohon, dan sungai. Jumlahnya sangat banyak. 

BACA JUGA:Warga Resah Pulau Tagulandang Akan Tenggelam Ditelan Tsunami, Ini Jawaban Kepala BNPB

BACA JUGA:Gempa Jepang Picu Tsunami, Berkekuatan Magnitudo 7,4


Warga menggotong jenazah korban tsunami Aceh di depan Masjid Baiturrahman, Banda Aceh.-Boy Slamet/Harian Disway-

"Saking banyaknya mayat yang tergeletak di jalan, kalau kita tidak hati-hati berjalan, bisa tersandung," ujar pria yang gemar mendaki gunung itu. 

Sekitar sembilan hari Boy Slamet meliput tsunami Aceh. Melalui lensa kameranya, ia tidak hanya menangkap gambar, tetapi juga menyampaikan cerita-cerita haru yang akan terus dikenang.

Setiap hari, pria yang sudah 24 tahun berkarir di industri media tersebut berangkat dari Lhokseumawe menuju Banda Aceh. Boy menempuh perjalanan selama enam jam. Berangkat jam 02.00 dini hari dan tiba di Banda Aceh sekitar pukul 08.00 WIB. 

"Di Lhokseumawe masih aman. Tetapi saat memasuki Banda Aceh, suasananya sangat berbeda. Kotanya porak poranda," ungkap Boy. 

Dalam perjalanan, ia hanya membawa bekal roti dan air mineral. Itulah yang digunakan Boy agar bisa bertahan di tengah situasi yang tidak menentu. 

Sebab, di sana, gempa masih sering terjadi meski skalanya kecil. Tentu saja, semua masih dipenuhi kepanikan dan kesedihan.

Boy juga mengingat tantangan teknis dan emosional yang dihadapinya. Saat itu, sinyal telekomunikasi terputus. Selain bekal yang sudah dibawa, makanan juga sulit didapat di lokasi.

BACA JUGA:Gempabumi Picu Alarm Tsunami di Alaska, Tidak Berdampak Ke Wilayah Indonesia

BACA JUGA:Kunjungi Banda Aceh, Prabowo dan SBY Peringati 19 Tahun Tsunami Aceh

"Saya pakai telepon satelit dari kantor. Entah kenapa, saya saat itu tidak merasa takut. Mungkin karena masih muda, jadi semangat untuk meliput jauh lebih besar," kenangnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: