Orientasi Kinerja Ilmuwan: Using and Publication
ILUSTRASI Orientasi Kinerja Ilmuwan: Using and Publication. Ilmuwan harus menjadi "menara air". Ilmuwan tidak boleh seperti menara gading yang sibuk dengan dirinya sendiri. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
SETIDAKNYA ada enam tulisan di halaman Opini Harian Disway, pada 15–20 Januari 2025, yang membincang tanggung jawab sosial ilmuwan. Enam tulisan itu lebih tepat disebut pelengkap artikel opini saya di harian yang sama berjudul Memahami Tanggung Jawab ilmuwan (14 Januari 2025).
Enam artikel opini itu ditulis akademisi sekaligus aktivis sosial ternama. Yakni, Surokim As. dan Moch. Imron Rosyidi (Universitas Trunojoyo), Ulul Albab (Universitas dr Soetomo dan ketua ICMI Jawa Timur), Daniel Mohammad Rosyid (ITS), Rosdiansyah (Periset JPIP), Umar Sholahudin (Universitas Wijaya Kusuma) dan Abdus Sa’ir (Universitas Airlangga), serta M. Isa Anshori (wakil ketua ICMI Jawa Timur).
Dengan perspektif masing-masing, para penulis menekankan bahwa setiap ilmuwan memang memiliki tanggung jawab sosial yang tidak ringan. Ilmuwan penting berhijrah dari ”menara gading” yang sepi nan sunyi menjadi aktivis di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat.
BACA JUGA:Memahami Tanggung Jawab Ilmuwan
Layaknya ”menara air”, ilmuwan harus terus bergerak untuk merasakan denyut nadi dan problem yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan menjadi menara air, keberadaan ilmuwan akan benar-benar dirasakan manfaatnya.
Tanggung jawab ilmuwan juga diekspresikan dalam berbagai bentuk. Salah satunya melalui penelitian yang berguna bagi masyarakat. Karena itu, Surokim dan Imron Rosyidi menekankan pentingnya Kementerian Pendidikan Tinggi, Sain, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) memfasilitasi akademisi kampus melakukan penelitian terapan untuk menjawab problem masyarakat.
Senada dengan itu, Ulul Albab menyampaikan pentingnya ikhtiar untuk menyambungkan dunia ilmu dengan nilai-nilai kemanusiaan.
BACA JUGA:Intelektual Publik Seharusnya Berkubang Bersama Rakyat (Tanggapan untuk Prof Biyanto)
Pernyataan Ulul Albab senada dengan ungkapan dalam bahasa Latin: Non schole, sed vitae discimus. Ungkapan itu bermakna ”Kita belajar sejatinya bukan hanya untuk sekolah, melainkan untuk hidup”. Karena itulah, lembaga pendidikan apa pun levelnya tidak boleh mengajarkan sesuatu yang tidak berkesinambungan dengan kehidupan.
Para pendidik penting mengaitkan materi pembelajaran dengan berbagai persoalan kehidupan. Bahkan, pendidik wajib menyiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan kehidupan masa kini dan mendatang
Dalam perspektif lain, tulisan Daniel M. Rosyid ingin menggugah kesadaran terhadap pentingnya peran ilmuwan pada era post-truth. Dalam kondisi itu, kritik ilmuwan tidak boleh mati, apalagi dimatikan pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan, termasuk pemerintah.
BACA JUGA:Cendekiawan dalam Pusaran Politik (Tanggapan Artikel Prof Biyanto)
Penting disadari, semua kritik yang disampaikan secara jujur dan objektif sejatinya dapat menjadi energi positif bagi pemerintah. Pada konteks itulah, Rosdiansyah berpesan agar ilmuwan tidak menjauhi dunia politik dan kekuasaan.
Bahkan, Rosdiansyah menyatakan bahwa ilmuwan harus memberikan pencerahan kepada elite politik dan kekuasaan. Untuk tugas mulia itu, Umar Sholahudin dan Abdus Sa’ir mendorong lahirnya ilmuwan kritis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: