Distraksi Digital (1): Gangguan yang Kian Mengkhawatirkan

Distraksi Digital (1): Gangguan yang Kian Mengkhawatirkan

ILUSTRASI Distraksi Digital (1): Gangguan yang Kian Mengkhawatirkan.-Arya-Harian Disway-

BACA JUGA:Sastra Digital Melalui Video Animasi Cerita Pendek: Kreativitas di Era Modern

BACA JUGA:Bisnis Digital Bebas Masalah? Mulai dari Perlindungan Hak Cipta!

Faktor utama yang memengaruhi hal itu adalah meningkatnya penggunaan teknologi digital. Sebab, konten digital melalui gawai dan media sosial menciptakan overstimulasi otak, yang dikenal sebagai popcorn brain

Kondisi itu membuat otak terbiasa dengan stimulasi singkat sehingga sulit memproses informasi secara mendalam. Kondisi otak terus ”membusuk” dan ”berkarat”. 

Tidaklah berlebihan kalau frasa brain rot akhirnya ditahbiskan sebagai Oxford Word of the Year 2024.

Psikolog sosial Jonathan Haidt, dalam The Anxious Generation, mengemukakan bahwa media sosial dan gawai telah memicu ”gelombang penderitaan” di kalangan remaja, terutama di dunia Barat. 

BACA JUGA:No Viral, No Justice: Media Sosial Menjadi Ruang Publik Baru di Era Digital

BACA JUGA:Refleksi Hari Pahlawan: Kita Masih Terjajah dalam Kedaulatan Digital

Haidt memaparkan bahwa kehadiran platform media sosial, yang awalnya dirancang untuk mempererat hubungan, telah menjadi ajang ”kompetisi kesempurnaan” bagi para remaja itu. 

Generasi muda tak lagi merasa cukup dengan dirinya, selalu membanding-bandingkan, takut akan penolakan dari orang lain dan membutuhkan dopamin validasi dari orang lain. Like dan komentar menjadi barometer nilai mereka yang baru. 

Hal itu menyebabkan peningkatan signifikan dalam tingkat kecemasan, depresi, dan self-harm di kalangan remaja, terutama pada remaja perempuan. 

BACA JUGA:Keputusan Negara Bisa Berubah karena Kekuatan Media Digital

BACA JUGA:Demokrasi Digital dan Partisipasi Pemilih

Bukan hanya anak-anak dan remaja, orang dewasa juga tidak luput dari dampak distraksi digital itu. Di tempat kerja, produktivitas sering terganggu. 

Penelitian Martaria, 2024, mengungkap bahwa distraksi digital, seperti perilaku cyberslacking –menggunakan media sosial untuk tujuan nonakademik atau nonkerja selama jam produktif– berhubungan dengan peningkatan tingkat stres. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: