Ramadan Kareem 2025 (25): Saatnya Mudik

Inilah hari-hari pergerakan sejati atas nama kerinduan kampung halaman yang terberangkatkan oleh nilai tauhid Ramadan. --iStockphoto
HARIAN DISWAY - Pelabuhan itu penuh sesak. Demikian juga bandara dan stasiun kereta api serta terminal-terminal bus di sentra perlintasan. Kendaraan antre mengekor untuk menyeberang dengan angkutan kapal.
Selat terasa jauh membentang karena kesabaran untuk melangkah ke depan mencapai daratan diuji sambil tarik napas dalam-dalam. Kapal berjubel penumpang. Sementara warga Jakarta dan daerah sekitar semburat mengurai ke daerah dengan sebaran yang sangat mengesankan.
Lintasan jalan menjadi ramai. Inilah hari-hari pergerakan sejati atas nama kerinduan kampung halaman yang terberangkatkan oleh nilai tauhid Ramadan. Hari yang setiap tahunnya menggulirkan tradisi dari makna puasa sebagai ajaran keagamaan yang berimplikasi sosial.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (24): Ramadan, Aku Berguru kepada Ibrahim
Dalam lingkup ini semua elemen negara mencurahkan perhatian serta setiap pemegang otoritas menuangkan “cinta ruhaninya” untuk umat yang merayakan Idulfitri. Urusan infrastruktur maupun sembako harus terpenuhi dan tidak boleh ada kekurangan guna kaum pemudik tambah semakin semringah.
Mudik merupakan gerakan kemasyarakatan yang bersumber dari ajaran iman orang beramadan. Islam sungguh mampu menggelorakan ragam hal dan negara mesti bertanggung jawab agar tampil terhormat.
Mudik merupakan gerakan kemasyarakatan yang bersumber dari ajaran iman orang beramadan. Islam sungguh mampu menggelorakan ragam hal dan negara mesti bertanggung jawab agar tampil terhormat. --iStockphoto
Apabila negara abai terhadapnya maka pemegang wewenangnya akan kehilangan mandat yang telah capek-capek diraihnya. Mudik ternyata ritual sejarah yang sangat sosial nan bermuatan humanisme bagi kebangsaan di Indonesia.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (23): Menjemput Kebaruan
Wajar pememrintah cawe-cawe secara sah dan bahkan dinantikan cawe-cawenya. Kondisi itu memberikan gambaran yang paling nyata adanya mengenai relasi antara agama dan umat serta negara.
Situasinya membuktikan bahwa di negara Pancasila itu yang namanya pemisahan urusan antara agama dan negara tidaklah ada. Bukan saja soal pelayanan para pemudik, tetapi juga menyasar urusan sumpah jabatan niscaya dilakukan menurut agama, bukan nggondeli adat-istiadat.
Buka saja semua undang-undang yang mengatur semua profesi, pastilah menyematkan narasi sumpah jabatan atau janji dalam lembar fundamental agama. Agama mengajarkan dan negara melayani demi terwujudnya kemuliaan rakyat yang memiliki daulat.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (22): Merawat Air
Demokrasi terbidik tidak sendirian dalam menghelakan hajatnya mengingat ada moralitas yang berkunci utama agama untuk membimbing agar orang tidak ingkar janjinya.
Pun tidak sampai main klaim bahwa uang negara dikira milik pejabatnya sehingga apapun yang dikerjakannya dianggap anggaran milik “nenek moyangnya”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: