Ramadan Kareem 2025 (25): Saatnya Mudik

Ramadan Kareem 2025 (25): Saatnya Mudik

Inilah hari-hari pergerakan sejati atas nama kerinduan kampung halaman yang terberangkatkan oleh nilai tauhid Ramadan. --iStockphoto

Kelambu “Lebaran” dikira pula membuka daya pendar bahwa pejabat itu harus loman lan welas asih bagi rakyat. Paling tidak “kumpulan arisan” konstituennya. Maka pundi-pundi pendapatan mutlak diraih dengan segala kemungkinan yang terbuka.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (21): Tepukan Sang Resi

Termasuk menerima suap maupun sogokan dengan “uang tikaman” yang jumlah gebokan yang disebut korupsi. Inilah tindakan tidak terpuji yang amat “menyilaukan” seperti “madu yang berisi racun”, pastilah membunuhnya.

Hari-hari ini sebagaimana “budaya tahunan” di bulan Ramadan yang disalahartikan jelang Idulfitri 1446 H, selalu saja ramai pejabat tertangkap dalam urusan korupsi atau sedang merebut posisi lagi.

Semua pasti kembali kepada urusan jatah Lebaran yang harus diberikan kepada “tim pengawal” yang selama ini setia kepadanya. Sungguh “madu beracun” itu adalah “rasa manis yang menarik”.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (20): Mencari Surabaya saat Ramadan

Hingga banyak yang sudi “mati” demi tunjangan yang “dipuji” sebagai pejabat “yang menduduki kursi bertinggi” yang bikin gatal hingga dia bersedia memperhinakan diri dalam lubang korupsi.

Ramadan ada dugaan kejahatan korupsi yang menimpa korporasi perminyakan yang sangat kental. Korupsi itu telah membumbuhi cerita para pemudik dan memang proses hukum korupsi tampak ikut mudik dengan menyasar daerah-daearh “terpencil” dari Jakarta sebagai pusat di mana penguasa bertakhta.

Apalagi “takhta pusat” ini “berkelambu parpol” yang ternyata biaya rapatnya tidaklah ringan ongkosnya. Dari sini banyak kader yang menjadi kepala daerah cenderung harus membiayai kegiatan itu, sejurus waktu “Lebaran” di mana urusan pilkada yang yang belum tuntas.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (19): Ngaji Multifungsi TNI

Mereka akhirnya harus menarget satuan kerja di bawahnya untuk membopong “upeti ongkos silaturahmi”. Dengan ramainya “energi partisipasi” atau kata teman pejabat namanya “permohonan support” untuk agenda aparat hukum yang punya gawe hendak berbagi.

Dalam kondisi mudik pesannya cuma satu hentakan, jangan korupsi di bawah ke tanah kelahiran. Tetapi soal kisah di mana orang korupsi menjadi perbincangan biarlah turut berkembang membuncahkan cerita di kampung halaman.

Tetapi dengan catatan bahwa yang di bawah mudik cukuplah ceritanya, cerita yang mengisahkan pejabat yang menguntal uang “pendaulatnya”. Pesannya, jangan ajak mudik korupsi.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (18): Banjir yang Terundi

Pada sisi ini saya acap kali ingat literasi yang pantas dibaca para “pelancong” korupsi sebagaimana dinarasikan dalam Hikayat Arabia Abad Pertengahan (Tales of The Marverios) yang serupa legenda 1001 Malam (The Arabian Nights) seperti diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris oleh Malcolm C. Lyons (2014).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: