Kontroversi Perubahan Undang-Undang TNI

Semprotan air dari watercanon dilakukan petugas kepolisian untuk meredam aksi massa yang menolak UU TNI di Grahadi, Surabaya, Senin, 24 Maret 2025.-Alfi kirom-
Pembahasan perubahan UU TNI yang dilakukan secara tertutup dengan proses yang terkesan terburu-buru menimbulkan polemik dan kecurigaan adanya agenda tersembunyi, terlebih dengan tidak adanya akses bagi publik untuk memperoleh draft rancangan perubahan UU TNI. Padahal mengenai prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan secara detail telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Di ketentuan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 ditegaskan ada 7 (tujuh) azas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, salah satunya adalah azas keterbukaan. Azas keterbukaan adalah pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”. Selain itu dalam Pasal 96 ditentukan mengenai Partisipasi Masyarakat yang pada prinsipnya dalam pembentukan/perubahan peraturan perundang-undangan, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis. Bahkan ditegaskan untuk memudahkannya, setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah.
BACA JUGA:UU TNI Baru Disahkan, 7 Mahasiswa UI Layangkan Gugatan ke MK
BACA JUGA:Usai RUU TNI, DPR RI Siap Bahas RUU Polri, Kejaksaan, hingga KUHAP
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, jelas sangat disayangkan dan sungguh memprihatinkan. Ketika dasar prosedur tidak terpenuhi dan diingatkan oleh masyarakat, alih-alih DPR RI dan Presiden melakukan evaluasi dan introspeksi sebaliknya justru masyarakat yang dipersalahkan bahkan ada yang menyebut sebagai musuh negara.
Tidak terlihat adanya upaya demokratis yang dilakukan oleh Penguasa (DPR maupun Presiden) melalui mekanisme dialogis. Seharusnya mereka mempunyai kesadaran dan nalar yang baik, bahwa keberadaan mereka terpilih sebagai penyelenggara negara adalah melalui mekanisme demokrasi yaitu melalui pemilihan umum.
Tujuan pemilihan umum antara lain adalah memilih pemimpin yang mampu mewujudkan Tujuan Nasional, ternyata demokrasi elektoral yang berlangsung dengan biaya yang sangat besar tidak melahirkan pemimpin yang memposisikan dirinya sebagai negarawan yang mampu mensejahterakan rakyat.
Bagaimana seharusnya negara memosisikan TNI dan POLRI dalam konteks Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia. Sebetulnya, reformasi Tahun 1998 telah secara gamblang mengatur kedudukan dan kewenangan TNI dan POLRI sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 30 UUD Negara RI Tahun 1945.
Artinya Reformasi Tahun 1998 telah menegaskan adanya supremasi sipil yang menjadi prinsip negara berkedaulatan rakyat, negara hokum, dan sekaligus negara yang menghormati hak azasi manusia. Demokrasi di Indonesia akan semakin baik dan semakin menguat apabila rakyat sebagai pemegang kedaulatan memiliki posisi tawar yang kuat, di samping itu penyelenggara negara juga menyadari batasan dalam menjalankan kewenangannya. Di penjelasan UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia bukan negara kekuasaan (machstaat) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
BACA JUGA:Demo Jogja Memanggil Ricuh: Gas Air Mata dan Preman Bersenjata di Tengah Aksi Tolak RUU TNI
BACA JUGA:Meski Ada Revisi UU TNI, Puan Tegaskan TNI Aktif Tetap Dilarang Berbisnis dan Berpolitik
Cara-cara penanganan kasus secara represif yang berdampak makin tergerusnya kebebasan sipil, menjadi salah satu faktor indeks demokrasi Indonesia menurun. Nilai yang stagnan tersebut juga tercermin pada semua indikator, yakni pluralisme dan proses pemilu, efektivitas pemerintah, partisipasi politik, budaya politik yang demokratis, dan kebebasan sipil.
Akhirnya keberadaan Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Kepolisian RI haruslah dimaksudkan untuk menjabarkan kedudukan dan kewenangan sebagaimana yang ditentukan dalam UUD yaitu sebagai alat negara yang merupakan kekuatan utama dalam usaha pertahanan dan keamanan negara melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: