Paradoks Lebaran di Era Digital

Paradoks Lebaran di Era Digital

Berkumpul bersama keluarga di hari raya Idulfitri menjadi momen kebahagiaan yang paling ditunggu-Freepik-

LEBARAN selalu datang dengan gegap gempita. Jalanan dipenuhi pemudik, grup WhatsApp riuh oleh ucapan selamat, dan media sosial dibanjiri potret keluarga berseragam. Namun, di balik euforia digital yang terus mengalir deras, ada keganjilan yang perlahan menjelma menjadi keresahan kolektif, yakni esensi LEBARAN yang sarat makna justru terasa kian menjauh. 

Ia tergantikan oleh simbol-simbol dan rutinitas digital yang terasa hampa dan serbainstan, berupa ucapan yang tinggal copy paste (copas), foto yang sekadar formalitas, dan interaksi yang berlangsung tanpa sentuhan batin. Kita seperti larut dalam perayaan, tapi abai terhadap kedalaman makna perjumpaan.

Itulah paradoks Lebaran di era modern. Kita makin mudah terhubung, tetapi justru makin sulit benar-benar tersambung. 

BACA JUGA:Perjalanan Nastar, dari Eropa ke Kue Lebaran Indonesia

BACA JUGA:Tradisi Unik Lebaran Ketupat, Inilah Maknanya

Teknologi yang semula dijanjikan sebagai jembatan untuk mendekatkan yang jauh kini perlahan menjelma menjadi tembok sunyi yang membatasi keintiman. Di tengah kemudahan komunikasi digital, kehangatan antarmanusia kian tipis, tergantikan oleh notifikasi dan emoji.

Ucapan ”mohon maaf lahir batin” kini mengalir deras, tapi adakah jeda untuk benar-benar meresapinya? Di tengah denting notifikasi dan cahaya layar yang nyaris tak pernah padam, kita sering lupa: Lebaran sejatinya tentang perjumpaan, bukan sekadar pengiriman pesan. 

Kita rayakan hari yang suci dengan cara yang makin sunyi, ketika kita bersalaman lewat stiker, bermaafan lewat broadcast, IG story, atau WA story, dan bersilaturahmi cukup dengan satu ketukan jempol. Tradisi yang dulu hangat dan menyejukkan kini berubah menjadi formalitas yang nyaris tanpa sentuhan. 

BACA JUGA:5 Game Santai Terbaik untuk Temani Libur Lebaran

BACA JUGA:H-1 Lebaran, Stasiun Gubeng Surabaya Masih Dipadati Penumpang yang Hindari Puncak Arus Mudik

Di era yang memuja kecepatan dan efisiensi, tanpa terasa kita kehilangan, bukan hanya rasa, melainkan juga ruh dari makna Lebaran itu sendiri.

UCAPAN TERKIRIM TAK LAGI MENYENTUH

Ucapan selamat Lebaran kini hadir dalam bentuk pesan instan, broadcast, stiker animasi, dan story digital. Sebelum hari H Idulfitri, notifikasi mulai berdatangan permintaan maaf berformat seragam, dikirim ke puluhan grup dan kontak. 

Di hari kemenangan itu sendiri, pesan-pesan membanjir deras seperti arus lalu lintas yang memacetkan karena memori penuh, tetapi sering kali kosong makna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: