Chandelier dan Nilai Religius Penduduk Banten dalam Pameran Seni Instalasi ARTJOG 2025

Chandelier dan Nilai Religius Penduduk Banten dalam Pameran Seni Instalasi ARTJOG 2025

Nilai religius penduduk Banten di balik chandelier pada pameran seni instalasi ARTJOG 2025. - Ilmi Bening - Harian Disway

HARIAN DISWAY - Pameran seni instalasi ARTJOG 2025 menyajikan karya instalasi Chandelier, yang mengandung pesan khusus. 

Instalasi itu menyapa pengunjung ARTJOG 2025. Memadukan estetika dan nilai sejarah. Chandelier menyala dan berkilauan di sudut gedung Pasar Tunjungan, Surabaya

Vibes Jawa terasa dalam alunan musik keroncong. Memperkuat pemaknaan Chandelier sebagai lambang perlawanan petani Banten pada masa kolonial.

BACA JUGA:Seni Instalasi Chandelier di ARTJOG 2025, Cerminkan Harapan Rakyat Indonesia dalam Remuknya Demokrasi

Kala itu, pemerintah Belanda menyengsarakan penduduk. Mereka memungut pajak dalam jumlah besar. Pemerintah kolonial juga menghanguskan seluruh hewan ternak yang merupakan sumber penghasilan penduduk Banten. 


Nilai religius penduduk Banten di balik chandelier pada pameran seni instalasi ARTJOG 2025. - Ilmi Bening - Harian Disway

Padahal saat itu penduduk sedang mengalami kesusahan. Karena gagal panen dan menjadi korban bencana Gunung Krakatau yang sedang meletus.

Musibah yang bertubi-tubi menimpa para petani di Banten. Membuat mereka mempercayai takhayul dengan mempersembahkan sesajen di pohon yang dikeramatkan. Tujuannya agar seluruh musibah yang menimpa penduduk Banten tersebut segera berakhir.

BACA JUGA:18 Tahun ARTJOG: Dari Kegelisahan Seniman, Menjadi Lebaran Seni

Dengan ARTJOG 2025, seniman asal Yogyakarta Jompet Kuswidananto menunjukkan kepada publik tentang benda yang memiliki cerita berharga di masa lalu.

Sehingga pengunjung bisa mengingat kembali peristiwa pemberontakan petani di Banten pada 1888 lewat Chandelier.

Mengenai persembahan sesajen pada pohon keramat yang terjadi pada 1888, masyarakat memang percaya dengan sesuatu yang tak kasat mata.

BACA JUGA:Seni Instalasi Jompet Kuswidananto di Artjog 2025 Surabaya, Ungkap Sejarah Industri Gula di Jawa yang Tragis

Kala itu, perilaku tersebut membuat tokoh bernama Haji Wasyid geram. Kemudian Haji Wasyid memutuskan untuk menebang pohon keramat tersebut. Agar tidak menimbulkan perbuatan syirik (menyembah selain Allah).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: