Menjadi Holistic Strategist: Manifesto untuk Revolusi Kepemimpinan Indonesia

Menjadi Holistic Strategist: Manifesto untuk Revolusi Kepemimpinan Indonesia

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-disway.id/anisha aprilia-

Hasilnya, Presiden Prabowo menyetujui skenario ”supermaksimal” untuk pemerataan pembangunan seluruh Indonesia. Leaders are storytellers, seorang strategist harus dapat menceritakan bagaimana strategi bermanfaat dan bermakna.

Keberanian mengambil posisi tegas juga menjadi tantangan besar. Kultur harmoni dan konsensus Indonesia menghasilkan strategis yang takut mengambil sikap sehingga strategi menjadi tidak mengubah apa pun. 

Strategi tanpa sudut pandang seperti prakiraan cuaca yang tidak berguna. Seorang strategis harus berani merekomendasikan satu opsi dengan argumen kuat dan rencana mitigasi risiko yang konkret, bukan sekadar menyajikan berbagai pilihan untuk diputuskan orang lain.

Aspek yang tidak kalah penting adalah membiasakan ketidaknyamanan. Strategi yang baik selalu terasa tidak nyaman karena memaksa organisasi berubah. Menko AHY mengajarkan bahwa kepemimpinan strategis membutuhkan keberanian menetapkan target tinggi yang terasa ”tidak nyaman”, tetapi tetap rasional. 

Strategi sehat ditandai dengan adanya pihak yang keberatan dengan target, departemen yang keluar dari zona nyaman, proses lama yang dihentikan, dan investasi baru yang dilakukan.

Eksekusi menjadi ujung tombak dari semua perencanaan strategis. Sistem birokrasi dan korporasi Indonesia menciptakan pemisahan artifisial antara perencana dan pelaksana sehingga strategi menjadi dokumen mati. 

Ketika saya bergabung sebagai sekretaris BRAINS (Badan Riset dan Inovasi Strategis) Partai Demokrat bersama Ahmad Khoirul Umam, tugas besar adalah menjadikan Partai Demokrat sebagai partai politik paling berbasis data, riset, dan inovasi kebijakan di Indonesia. 

Itu memastikan setiap keputusan harus melalui pendekatan sistematis untuk menciptakan terobosan dalam strategi politik, tata kelola organisasi, dan platform kebijakan.

Kemampuan memosisikan ide menjadi keterampilan strategis yang krusial. Ide brillian yang tidak terposisi dengan baik akan kalah dengan ide biasa yang ter-package menarik. Menko AHY mencontohkan itu saat mendukung ”infrastruktur cloud dan AI”. 

Beliau tidak sekadar mengatakan ”infrastruktur digital nasional”, tetapi menciptakan analogi powerful bahwa seperti jalan tol menghubungkan kota-kota, infrastruktur digital akan menghubungkan pembangunan kewilayahan sampai ke desa-desa dengan peluang ekonomi global.

Komunikasi visual, literasi finansial, dan kemampuan menulis melengkapi arsenal strategis yang dibutuhkan. Desain bukan kosmetik, melainkan arsitektur komunikasi. Setiap strategis harus mampu berbicara dalam bahasa ROI, NPV, dan cash flow karena hampir semua CEO berkomunikasi dalam bahasa finansial. 

Menulis memaksa kejernihan pikiran –jika tidak bisa menuliskannya dengan jernih, berarti belum benar-benar memahami konsepnya.

Indonesia menghadapi paradoks: memiliki bonus demografi terbesar, sumber daya melimpah, dan posisi geografis strategis, tetapi kalah bersaing dengan negara yang lebih terbatas sumber dayanya. Penyebabnya adalah kekurangan holistic strategist yang mampu mentransformasi potensi menjadi kenyataan, visi menjadi eksekusi, dan ide menjadi manfaat nyata bagi bangsa.

Bayangkan, berapa banyak peluang yang hilang hanya karena Indonesia kekurangan holistic strategist. Di bidang ekonomi, potensi pertumbuhan kita sering mandek karena banyak inisiatif strategis yang hanya berhenti di atas kertas –tidak pernah benar-benar dieksekusi. 

Di dunia politik, kebijakan mudah berubah-ubah karena tidak ada kesinambungan visi dan arah strategis jangka panjang. Di level sosial, kita kehilangan banyak talenta terbaik –anak-anak muda cerdas yang memilih pergi ke luar negeri karena tidak menemukan pemimpin yang mampu menginspirasi dan membimbing mereka dalam negeri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: